Jakarta (Metrobali.com) –

Direktorat Jenderal Imigrasi Republik Indonesia mencatatkan berbagai pencapaian penting sepanjang tahun 2024. Dalam upaya meningkatkan pengawasan terhadap warga negara asing (WNA), Imigrasi menetapkan 130 WNA sebagai tersangka tindak pidana keimigrasian, mengalami kenaikan signifikan sebesar 145,2% dibandingkan tahun 2023 yang hanya mencatat 53 tersangka.

Lonjakan ini menegaskan langkah serius pemerintah dalam menghadapi pelanggaran keimigrasian yang kian kompleks. Selain itu, Direktorat Jenderal Imigrasi mengenakan Tindakan Administratif Keimigrasian (TAK) terhadap 5.434 WNA pada tahun 2024. Angka ini naik 98,7% dibandingkan tahun sebelumnya, di mana jumlah TAK mencapai 2.734.

Peningkatan signifikan ini mencerminkan upaya intensif pemerintah dalam memastikan keamanan dan ketertiban di wilayah Indonesia.

Pengawasan terhadap mobilitas WNA juga diperketat melalui berbagai operasi nasional yang dilaksanakan pada bulan Mei, Juli, dan September 2024. Dalam operasi ini, Imigrasi berkolaborasi dengan aparat penegak hukum (APH) lainnya untuk mengawasi keberadaan dan kegiatan WNA di seluruh Indonesia.

Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan RI, Agus Andrianto, menegaskan pentingnya kewaspadaan yang lebih tinggi terhadap aktivitas WNA, khususnya di tengah meningkatnya mobilitas global.

“Meningkatnya mobilitas orang asing harus kami sikapi dengan kewaspadaan yang lebih tinggi terhadap aktivitas mereka. Hal ini perlu dilakukan untuk memastikan keamanan dan ketertiban di Indonesia,” jelas Agus dalam keterangan resminya, Rabu (15/1/2025).

Sebanyak 10.583 orang WNA ditangkal masuk ke Indonesia pada tahun 2024, mengalami kenaikan sebesar 58% dibandingkan tahun 2023, di mana angka tersebut tercatat sebanyak 6.673.

Penangkalan ini dilakukan sebagai upaya preventif untuk mencegah WNA yang berpotensi melakukan kegiatan ilegal atau berbahaya memasuki wilayah Indonesia.

Selain penangkalan, deportasi juga menjadi salah satu tindakan tegas yang dilakukan oleh Imigrasi. Deportasi diterapkan kepada WNA yang melanggar aturan keimigrasian atau dianggap membahayakan keamanan nasional. Langkah ini sekaligus menjadi sinyal bahwa pemerintah tidak akan memberikan toleransi terhadap pelanggaran hukum oleh WNA.

Pengesahan perubahan Undang-Undang Keimigrasian pada 19 September 2024 menjadi tonggak penting dalam memperkuat landasan hukum penegakan aturan keimigrasian. Salah satu poin penting adalah penambahan durasi masa tangkal bagi WNA yang melanggar aturan, dari enam bulan menjadi hingga 10 tahun atau bahkan seumur hidup.

Selain itu, aturan baru ini memungkinkan pencegahan WNA keluar dari wilayah Indonesia ketika mereka telah memasuki tahap tuntutan dalam proses hukum.

Untuk tahun 2025, Agus Andrianto menekankan pentingnya sinergi yang lebih kuat antara Imigrasi dan aparat penegak hukum lainnya.

“Di tahun 2025 ini, Saya instruksikan kepada semua jajaran untuk menggiatkan operasi secara berkala, memperkuat sinergisitas dengan APH lain. Jangan beri celah orang asing untuk berbuat ulah apalagi melakukan tindak kriminal di negara kita,” tegasnya.

Dengan lonjakan signifikan dalam penegakan hukum keimigrasian, Direktorat Jenderal Imigrasi telah membuktikan komitmennya dalam menjaga keamanan nasional.

Langkah-langkah strategis yang telah diambil, didukung oleh perubahan regulasi, akan terus menjadi dasar dalam menghadapi tantangan keimigrasian di masa mendatang. Keberlanjutan pengawasan yang ketat, sinergi antarinstansi, dan implementasi hukum yang tegas menjadi kunci bagi Indonesia dalam menghadapi kompleksitas keimigrasian di era globalisasi.

(jurnalis : Tri Widiyanti)