APBN tahun 2025 Penuh Tantangan, Tetapi Pemerintah Jangan Gegabah Menggadaikan Aset BUMN
Ilustrasi
Jakarta, (Metrobali.com)
APBN 2025 berat dan penuh tekanan. Dalam penyusunan RAPBN 2025 tahun lalu, asumsi pemerintah dan DPR, jumlah kementerian 34, dengan perkiraan defisit Rp.600 T, 17 persen dari APBN Rp.3,600 T. Dengan sejumlah kementrian dan lembaga menjadi 46, defisit akan membengkak, dengan kinerja kabinet “gemuk” yang tidak jelas.
Hal itu dikatakan I Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi, Sabtu 11 Januari 2025.
Dikatakan, konsekuensinya, tambahan hutang baru, di tengah manajemen hutang “tutup lubang gali lubang” dari pemerintahan sebelumnya.
“Dalam pengertian, pelunasan angsuran hutang plus bunga, hanya bisa dilakukan dengan menambah hutang baru,” kata I Gde Sudibya.
Menurutnya, pemerintah menyadari pencarian hutang baru dengan mekanisme lama akan sulit diperoleh. Rencana pemerintah, akan membentuk lembaga keuangan baru, dengan “modal” seluruh aset BUMN perbankan, pertamina dan PLN.
Targetnya, kata I Gde Sudibya, menarik investasi baru dengan “jaminan” aset BUMN yang jumlahnya ribuan triliun rupiah. Meniru model lembaga keuangan Benhard di Malaysia.
Pengamat sudah mewanti-wanti, lembaga investasi baru ini rentan “moral hazard”, dengan risiko: investasi yang layak untuk pertumbuhan ekonomi berkualitas tidak terjadi, nilai aset BUMN bisa tergerus dan bahkan bisa “bablas”.
“Tentang tunjangan kinerja, publik mempertanyakan efektivitas tunjangan ini, karena timbul sterotipe tunjangan kinerja birokrasi ini tidak efektif menaikkan kinerja, realitasnya pelayanan birokrasi tetap mahal plus korupsi birokrasi jalan terus,” kata Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi.
Jurnalis : Sutiawan