Jembrana (Metrobali.com)

 

Komisi III DPRD Kabupaten Jembrana melaksanakan inspeksi mendadak (Sidak) ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Peh di Desa Kaliakah, Kecamatan Negara, Senin (23/12/2024). Gunungan sampah menyambut kedatangan anggota dewan akibat kurangnya fasilitas yang memadai sehingga pengolahan sampah menjadi RDF (Refuse Derived Fuel) belum berjalan optimal.

Selain itu, belum tersedianya gedung yang representatif juga menjadi kendala. Mengingat sampah yang diolah tidak boleh memiliki kandungan air lebih dari 10 persen terlebih saat musim hujan seperti sekarang ini.

Persoalan sampah menurut Ketua Komisi III DPRD Jembrana, Dewa Putu Merta Yasa harus ditangani secara serius. Apalagi sampah yang dibawa ke TPA Peh perharinya mencapai 50 sampai 60 ton.

Pihaknya datang ke TPA Peh menyikapi keluhan dari sejumlah masyarakat. Seperti pengangkutan sampah yang tercampur, sopir pengangkut sampah yang sempat mogok kerja karena tidak ada BBM dan sebagainya.

“Persoalan sampah harus menjadi atensi khusus agar penanganan sampah di Gumi Makepung tidak terkesan terabaikan,” ujarnya.

Pengolahan sampah menjadi RDF, kata dia, sebenarnya sudah menjadi salah satu solusi. Namun belum beroperasi secara maksimal. “Kendalanya ada di alat, termasuk alat penunjang maupun sarana lainnya yang kurang memadai apalagi ketika musim hujan. Ini menjadi atensi kita ke depan,” tandasnya.

Sementara Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pertamanan (LHKP) Jembrana, Dewa Gede Ary Candra Wisnawa mengatakan bahwa sampai saat ini sampah yang ditampung di TPA Peh mencapai sekitar 70 ribu ton, sementara luasan TPA Peh hanya 2 hektare.

Dengan luasan itu, tentunya TPA Peh sudah tidak lagi mampu menampung volume sampah yang setiap hari terus meningkat. Dan kemudian diperparah dengan terbatasnya teknologi pengolahan sampah, juga perilaku masyarakat yang belum sepenuhnya sadar akan pentingnya pengelolaan sampah yang baik.

“Kami akui untuk mengatasi persoalan sampah diperlukan fasilitas yang memadai termasuk intervensi teknologi,” ujarnya.

Terkait pengolahan sampah menjadi RDF yang belum berjalan optimal disebutnya karena kurangnya fasilitas yang memadai. Seperti belum adanya hanggar atau gedung untuk melindungi mesin dari cuaca dan juga belum optimalnya alat penunjang untuk pengolahan RDF.

Dengan kondisi seperti itu, kata dia, Pemkab Jembrana telah mengajukan proposal ke Pemerintah Provinsi Bali guna mendapatkan bantuan dana untuk penambahan operasional.

“Informasinya kita akan diberikan Rp.4 Miliar. Tapi itu masih belum mencukupi untuk memenuhi seluruh kebutuhan. Nanti kita akan kaji disesuaikan lagi dengan dana yang ada,” ujarnya. (Komang Tole)