Ekonom : Pemerintah Telah Gagal Membangun Sektor Industri Manufaktur
Ilustrasi
Denpasar, (Metrobali.com)
Dalam 10 tahun terakhir, Indonesia mengalami deindustrialisasi, dalam artian sumbangan sektor manufaktur dalam pembentukan pendapatan masyarakat (Produk Domestik Bruto) terus mengalami penurunan.
Hal itu dikatakan, I Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi dan kecenderungan masa depan, Selasa 10 Desember 2024.
Menurutnya, akibat dari deindustrialisasi terjadi pengangguran terbuka, terselubung (disquised unemplyment) tinggi di negeri ini.
Dikatakan, standar kehidupan masyarakat menengah bawah, stagnan dan bahkan mengalami kemerosotan. Dalam lima tahun terakhir, 10 juta warga “tersungkur” dari kelas menengah menjadi kelas sosial pinggiran -pheriperal sosiety-.
Selain itu, lanjut I Gde Sudibya, proyek infrastruktur dalam 10 tahun terakhir, yang menambah hutang Rp.4 000 T, di luar hutang BUMN, nyaris tidak terkoneksi dengan sektor manufaktur, sedangkan target pembangunan infrastruktur untuk menekan biaya logistik secara nasional tidak juga berhasil. Buktinya ekspor produk manufaktur tidak terdorong naik secara signifikan.
Menurut I Gde Sudibya, UU Cipta Kerja tahun 2020, yang liberal kapitalistik, bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945, tidak berhasil menciptakan kesempatan kerja baru, terbukti belasan ribu tenaga kerja di sektor manufaktur telah dilakukan pemutusan hubungan kerja dalam beberapa tahun terakhir.
“Upaya serius dari wakil menteri Pendidikan Tinggi dan Riset Stella Christie, untuk mendorong pengembangan teknologi sebagai instrument pengungkit pertumbuhan ekonomi, mesti belajar dari pengalaman pahit masa lalu,”katanya.
Menurutnya, talenta super hebat dari diaspora Indonesia yang diajak pulang BJ.Habibie, untuk membangun high tech dalam industri: penerbangan, perkapalan, sistem komunikasi pertahanan, sistem persenjataan, yang kemudian terlantar dan ditelantarkan, dengan alasan utama politik tanpa visi masa depan.
“Sekarang dirasakan oleh Indonesia, tertinggal jauh dari China dan India, dalam teknologi persenjataan dan high tech,” kata Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi dan kecenderungan masa depan. (Sutiawan)