Kang Dedi terjun langsung ke sawah, nemui petani dan mendengar langsung keluh kesahnya.

Denpasar, (Metrobali.com)-

Kemenangan Kang Dedi dengan pasangannya dalam Pilkada Gubernur Jawa Barat, dari hasil hitung cepat, dari perspektif Sosial Kultural patut diapresiasi. Kemenangan Kang Dedi ini tidak lepas dari sosialisme Ala Dedi Mulyadi yakni Kebangkitan Kultural dari “Rahim” Natar Sunda. Hal ini menjadi tantangan bagi para pemimpin Bali ke depan

Hal itu dikatakan I Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi dan kebudayaan, anggota MPR RI Utusan Daerah Bali, Sabtu 30 November 2024.

Dikatakan, kearifan lokal, merupakan spirit kehidupan yang semestinya dirawat dan dijaga, karena berangkat dari “diktum”: “di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung”.

“Tanpa itu, kehidupan menjadi gamang, mendua dan bahkan munafik, dengan konsekuensi psikologi sosial yang menyertainya,” katanya.

Dikatakan, Dedi Mulyadi sebagai tokoh yang “membranding” diri sebagai perwakilan dari kearifan budaya Sunda, semenjak menjadi Wali Kota Purwakarta sampai menjadi anggota DPR.

“Dalam perjalanan karier politiknya, Kang Dedi selalu berbicara lantang tentang kearifan lokal yang harus dijaga, dijadikan spirit rujukan dalam perumusan kebijakan yang berkaitan dengan alam, hubungan manusia dengan alam, hubungan antar manusia dan hubungan manusia dengan Tuhan,” kata I Gde Sudibya.

Dikatakan salam pidato kemenangan, menyambut hasil hitung cepat, dimana pasangan nomer urut 3 ini memperoleh suara 61 persen, di antara tiga kandidat lainnya, dalam suasana “taksu” Natar Sunda.

“Politisi pembela kearifan budaya lokal ini, menyampaikan program kerjanya lima tahun ke depan, untuk mengangkat harkat dan martabat bagi masyarakat Sunda, melalui pembangunan bercorak sosialisme, pembenahan fasilitas pembangunan yang berhubungan langsung dengan kehidupan umum rakyat,” kata I Gde Sudibya.

Dicontohkan, Bendungan, Jalan Desa, aktivitas ekonomi rakyat, birokrasi yang melayani, menghentikan praktek percaloan masif dalam penerimaan ASN.

Dikatakan, Kang Dedi sendiri akan segera turun ke sawah, berbarengan dengan musim tanam yang segera dimulai, dimulai dengan pesta kesenian rakyat yang telah mentradisi sebagai tanda awal musim tanam.

Kang Dedi, katanya, dalam konteks pembangun solidaritas sosial, berangkat dari “keharuman” tanah kelahirannya.

Menurutnya, Bali punya kekayaan khazanah kultural yang tidak kalah dari masyarakat Sunda, sebut saja tentang sistem nilai TRI HITA KARANA. Sistem nilai yang sering diucapkan oleh Dedi Mulyadi dalam banyak kesempatan.

“Hal ini menjadi tantangan bagi pemimpin Bali ke depan, jika Jawa Barat akan merintis pembangunan bercorak sosialisme berangkat dari kearifan lokal budayanya, masyarakat Bali dengan kepemimpinan baru untuk lima ke depan, semestinya sanggup melakukannya,” kata I Gde Sudibya.

Dikatakan, “Jengah” Bali tertantang dalam mewujudkan karya besar nan Mulya ini. Pembangunan Bali Berbasis Sosialisme Religius yang telah mentradisi di Pulau Dewata ini. (Sutiawan)