Foto: Paslon Mulia-PAS bersama Made Mangku Pastika dan para tokoh usai persembahyangan bersama dan Deklarasi Bali Damai 2024, di Rumah Kemenangan Rakyat (RKR), Sekar Tunjung Center (STC), Denpasar, Selasa, 26 November 2024.

Denpasar (Metrobali.com)-

Sore yang teduh di Padmasana Sekar Tunjung Center (STC), Denpasar, membawa suasana hening penuh khidmat. Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Bali, Made Muliawan Arya atau De Gadjah, bersama Putu Agus Suradnyana atau PAS yang dikenal Paslon Mulia-PAS menutup rangkaian panjang kampanye Pilkada Bali 2024 dengan persembahyangan bersama dan Deklarasi Bali Damai 2024, di Rumah Kemenangan Rakyat (RKR), Sekar Tunjung Center (STC), Denpasar, Selasa, 26 November 2024.

Dalam kesempatan ini turut hadir mantan Gubernur Bali dua periode Made Mangku Pastika yang merupakan inisiator dan tuan rumah Rumah Kemenangan Rakyat (RKR), Sekar Tunjung Center (STC). Sore itu menjadi hari penuh harapan.

Mulia-PAS, yang dikenal dengan semangat perubahan dan kedamaian, memilih cara lembut namun mendalam untuk menyampaikan pesan terakhir mereka sebelum masyarakat menentukan pilihan di bilik suara esok hari pada hari pencoblosan Pilkada Serentak 27 November 2024. De Gadjah menyampaikan pentingnya rasa syukur dan semangat kolektif dalam menyongsong Pilkada Serentak 2024. Ia menilai proses Pilkada sebagai perjalanan mulia yang mencerminkan kedaulatan rakyat.

“Puji syukur kita panjatkan ke hadapan Hyang Widhi Wasa,” ucap De Gadjah dengan penuh rasa syukur, suaranya bergetar di hadapan para pendukung yang hadir. “Kita semua di sini, sehat dan semangat, meski melewati perjalanan panjang yang tidak mudah. Ini adalah sebuah perjalanan mulia, karena Pilkada adalah salah satu cara mewujudkan kedaulatan rakyat,” tegasnya.

Menurutnya, pemerintahan yang sah haruslah lahir dari mandat rakyat, dengan pemerintah bertindak sebagai perwakilan yang diberi kepercayaan untuk mengelola urusan negara. Dalam sistem ini, rakyat memiliki hak untuk mengangkat serta mengawasi pemerintah guna memastikan prinsip demokrasi berjalan dengan baik.

“Tidak ada pemerintahan yang sah kecuali berdasarkan penugasan oleh rakyat – pemerintah sebagai mandataris rakyat. Rakyat berhak mengangkat dan mengontrol pemerintah,” ungkapnya.

Lebih lanjut De Gadjah mengatakan, Deklarasi Bali Damai 2024 juga menekankan pentingnya menciptakan pemilihan kepala daerah yang damai, bermoral, dan penuh kasih. Kompetisi diharapkan berlangsung sesuai prinsip LUBER (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia) dan JURDIL (Jujur dan Adil).

“Marilah kita wujudkan pemilihan kepala daerah yang damai, bermoral, dan penuh kasih. Kompetisi harus LUBER DAN JURDIL,” ajaknya.

Dalam kesempatan tersebut, ditekankan bahwa kekerasan harus dihindari karena bertentangan dengan nilai-nilai moral. Kekerasan hanya akan merendahkan martabat, merusak keharmonisan, menyuburkan kebencian, dan menghalangi terciptanya persaudaraan sejati. Selain itu, kekerasan mendorong masyarakat untuk saling bermonolog alih-alih berdialog, menimbulkan kepahitan, serta membuka jalan bagi politik balas dendam yang merugikan semua pihak. Prinsip moral yang ditekankan adalah bahwa balas dendam seperti “mata ganti mata” hanya akan membawa kehancuran bersama.

“Jauhi dan hindari kekerasan itu tidak bermoral karena berusaha merendahkan dan menginjak-injak, menghancurkan, menyuburkan kebencian, memustahilkan persaudaraan, membuat masyarakat bermonolog bukan berdialog, menciptakan kepahitan, berakhir dengan kekalahan pada diri sendiri, memunculkan politik balas dendam “mata ganti mata hanya akan membuat semua orang buta,” tutur De Gadjah.

Menurut De Gadjah pemilihan kepala daerah dipandang bukan sebagai ajang pertarungan antarwarga atau persaingan yang bersifat hidup-mati. Sebaliknya, momen ini dianggap sebagai perjuangan bersama untuk membawa perubahan yang positif demi mewujudkan Bali yang lebih baik di masa depan.

“Pada akhirnya, pemilihan kepala daerah bukanlah pertarungan antara rakyat versus rakyat, bukan pertarungan hidup-mati, melainkan suatu perjuangan untuk perubahan menuju Bali yang lebih baik,” serunya

De Gadjah juga mengatakan, Pemilihan kepala daerah juga disebut sebagai perjuangan bersama untuk membangun Bali yang MULIA PAS—Maju, Unggul, Lestari, Indah, Ajeg, Pasti Sejahtera. Visi ini sejalan dengan semangat Bali Mandara, yaitu Bali yang Maju, Aman, Damai, dan Sejahtera.

“Ini adalah perjuangan bersama untuk mewujudkan Bali yang MULIA PAS – Maju, Unggul, Lestari, Indah, Ajeg, Pasti Sejahtera, yang sejalan dengan semangat Bali Mandara – Bali yang Maju, Aman, Damai, dan sejahtera,” ungkapnya.

De Gadjah menekankan pentingnya mengambil tindakan nyata untuk mewujudkan perubahan menuju perbaikan. Menurutnya, tidak ada lagi ruang untuk menunda, karena menunggu sering kali berarti tidak pernah mengambil langkah sama sekali. “Inilah saatnya untuk mewujudkan perubahan menuju perbaikan. Tidak ada lagi kata tunggu atau wait karena kata itu hampir selalu berarti never,” serunya dengan suara bergetar.

De Gadjah mengajak masyarakat untuk memberikan kepercayaan kepada Mulia-PAS, dengan janji untuk menghadirkan perubahan yang membawa perbaikan bagi Bali di masa depan. “Untuk itu, berilah kami kepercayaan, maka kami akan beri perubahan menuju perbaikan,” ujarnya.

Menutup sambutannya, De Gadjah dengan tulus meminta maaf jika selama kampanye ada kekhilafan kata atau perbuatan. Ia memohon kepercayaan masyarakat untuk membawa perubahan nyata bagi Bali.

“Pada hari dan kesempatan yang baik ini, kami mohon maaf dengan setulusnya dari hati yang paling dalam, jika ada salah ucap maupun perilaku kami yang terjadi selama masa proses pilkada ini,” tutupnya mengakhiri.

Hari itu, doa dan tekad menyatu di RKR STC, membawa angin perubahan yang sejuk dan menjanjikan bagi Bali. Besok, rakyat Bali akan berbicara melalui suara mereka. Akankah perubahan itu dimulai? Semuanya kini ada di tangan mereka. (dan)