Bandara Bali Utara, Antara Perlu dan Tidak Perlu
Ilustrasi
Denpasar, (Metrobali.com)
Ide Menteri Negara BUMN menyebut, Bandara Bali Utara seharusnya rasional, dari sisi: teknokratis manajemen bandara (efektivitas dan efisiensi), pendanaan, dan visi masa depan. Tidak sekadar ” grasa-grusu” yang kesannya “kejar setoran” bagi para broker tanah dan kekuasaan, tidak lagi peduli dengan risiko lingkungan, risiko “mangkrak”, atau beban hutang tinggi bagi generasi berikut.
Hal itu dikatakan I Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi dan kebijakan publik, Minggu 24 November 2024.
“Kalau disimak wacana Bandara Bali Utara yang kontroversial itu, tentu harus mempertimbangkan berbagai aspek. Ambil contoh: KA Cepat Bandung – Jakarta, baru kembali investasinya 100 tahun, setara dengan 10 generasi,” kata I Gde Sudibya.
Dikatakan, kKmita tidak tahu berapa lama bandara yang “bermasalah” seperti: Kualanamu (Sumut), Kertajati (Jabar), Kulonprogo (DI Yogyakarta) akan kembali modal. Demikian juga pelabuhan laut Patimban, yang direncanakan akan menggantikan pelabuhan laut Tanjung Priok, yang menjadi sorotan publik, sebagai proyek “gagal”, akan kembali.
Menurutnya, proyek PSN yang merupakan bagian Proyek infrastruktur yang dibanggakan oleh pemerintahan sebelumnya, berdasarkan release PPATK yang diberitakan Kompas TV, Proyek PSN tahun 2023 dengan nilai Rp.500 T, diduga dikorupsi 36,67 persen oleh politisi dan elite birokrasi, yang namanya jelas, jumlah uang yang diduga hasil korupsi, arah peredaran uangnya. (Sutiawan).