Yang Patut Diduga Digunakan Untuk Mempengaruhi Pemilih

 

 

Menjelang tahapan pemungutan dan penghitungan suara Pilkada serentak Tahun 2024 ini di Bali telah terjadi peristiwa yg sangat miris dan meresahkan yaitu terjadinya dugaan pelanggaran Administrasi maupun Pidana Pilkada berupa kegiatan pemberian uang atau materi lainnya yang patut diduga digunakan sebagai sarana mempengaruhi dan menggiring pemilih untuk memilih Paslon Gubernur – Wakil Gubernur Nomor Urut 01: Made Mulyawan Arya, S.E., M.H. – Putu Agus Suradnyana, S.T maupun Paslon Bupati – Wakil Bupati atau Walikota -Wakil Walikota lawan dari PDI Perjuangan ;

Bahwa dari informasi masyarakat dan bukti-bukti yang dihimpun oleh Tim Hukum & Advokasi pada Tim Pemenangan Koster- Giri pada hari Sabtu, tanggal 23 November 2024 (vide bukti2 foto dan video) terlampir, dugaan pelanggaran Pilkada tersebut ternyata sudah terjadi di sejumlah daerah Kab./Kota yang mana terlihat dilaksanakan secara masif, seperti di wilayah Kab. Badung, Kota Denpasar, Kab. Buleleng, Kab. Klungkung, dan wilayah lainnya. Adapun fakta yang terlihat di lapangan rangkaian kegiatan dimaksud diantaranya berupa kegiatan pengiriman atau pengumpulan stock beras yg patut diduga akan siap diedarkan kepada masyarakat, dan juga berupa pemberian kupon beras dengan harga kupon yg sangat murah kepada masyarakat, hal mana cara-cara seperti ini tentu harus dikualifikasikan sebagai suatu bentuk cara terselubung untuk memberikan uang atau dalam bentuk materi lain guna dapat mempengaruhi masyarakat pemilih.

Bahwa peritiwa di atas menurut hukum jelas merupakan suatu bentuk dugaan pelanggaran Pilkada sebagaimana diatur dalam ketentuan hukum sebagai berikut:

– Pasal 66 ayat (1) dan (2) PKPU No. 13 Tahun 2024 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota:
Ayat (1): “Calon, dan/atau tim Kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memengaruhi penyelenggara Pemilihan dan/atau pemilih”;
Ayat (2): “Selain Calon atau Pasangan Calon dan/atau Tim Kampanye, anggota Partai Politik Peserta Pemilu, dan relawan, atau pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk:
mempengaruhi Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih;
menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah;
mempengaruhi untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu”;

– Pasal 73 Undang-Undang Pilkada:
Calon dan/atau tim Kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara Pemilihan dan/atau Pemilih;
Calon yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi dapat dikenai sanksi administrasi pembatalan sebagai pasangan calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota;
Tim Kampanye yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
Selain Calon atau Pasangan Calon, anggota Partai Politik, tim kampanye, dan relawan, atau pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk:
mempengaruhi Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih;
menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah; dan
mempengaruhi untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu.
Pemberian sanksi administrasi terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menggugurkan sanksi pidana;

– Pasal 187A ayat (1) dan (2) Undang-Undang Pilkada:
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh lpuluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah);
Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1);

Bahwa Peristiwa pemberian uang (money politic) atau dalam bentuk materi lainnya a quo disamping merupakan suatu bentuk pelanggaran hukum yg berat, hal ini tentu juga sangat mencederai makna dan proses Pilkada yg bersih, jujur, adil dan berintegritas sehingga sudah sepatutnya Bawaslu Provinsi Bali beserta seluruh jajarannya sampai tingkat terbawah segera melakukan upaya pengawasan ketat, penindakan dan penegakan hukum yang tegas sesuai kewenangannya terhadap terjadinya dugaan pelanggaran Pilkada tersebut.

Berikutnya, sebagai langkah terpadu dalam rangka melindungi dan menyelamatkan proses demokrasi khususnya di wilayah Provinsi Bali, maka sudah sepatutnya seluruh elemen masyarakat termasuk tokoh-tokoh, pemuda pemudi, beserta seluruh jajaran aparat penegak hukum terkait juga turut bersama-sama mengawal, mengawasi, melaporkan bilamana terjadi dugaan pelanggaran, melakukan langkah penegakan hukum serta menindak dan/atau mengusut tuntas seluruh pelaku terjadinya dugaan pelanggaran Pilkada tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(Tim Hukum & Advokasi Koster – Giri: I Gusti Agung Dian Hendrawan,SH., MH)