Foto: Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Nasdem Dapil Bali, Ir. I Nengah Senantara.

Jakarta (Metrobali.com)-

Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Nasdem Dapil Bali, Ir. I Nengah Senantara, menyampaikan keprihatinannya terhadap kebijakan pungutan biaya bagi umat Hindu yang ingin beribadah di Pura Luhur Giri Salaka, Alas Purwo, Jawa Timur. Kebijakan tersebut menjadi sorotan publik setelah video terkait viral di media sosial.

Senantara mengungkapkan bahwa dirinya menerima banyak keluhan dari umat Hindu yang mempertanyakan kebijakan tersebut. “Kenapa umat yang ingin sujud bakti di tempat suci harus dikenakan pungutan?” adalah pertanyaan yang kerap diterimanya.

Ia pun menyatakan hal ini menjadi kegelisahan bersama, termasuk dirinya sebagai wakil rakyat.  Di tengah kesibukan di Komplek Parlemen Senayan, Senantara menyatakan rasa kecewanya terhadap kebijakan yang dinilai melanggar hak asasi umat beragama untuk beribadah tanpa hambatan.

Mengingatkan kita semua akan prinsip dasar yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945, Senantara menegaskan bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk memeluk agama dan menjalankan ibadahnya tanpa ada pembebanan biaya.

Menurut Senantara, pungutan ini bertentangan dengan prinsip kebebasan beragama yang dijamin dalam UUD 1945. “Setiap warga negara berhak memeluk agama dan menjalankan ibadahnya tanpa hambatan, termasuk tanpa dikenakan biaya tambahan di tempat suci,” tegasnya.

Lebih lanjut, Senantara mengingatkan bahwa berdasarkan Pasal 5 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 38 Tahun 2014, kegiatan keagamaan di kawasan suaka alam, termasuk Alas Purwo, seharusnya tidak dikenakan tarif.

“Aturannya jelas, tarif untuk kegiatan keagamaan adalah 0%. Jadi pungutan yang dikenakan ini jelas melanggar regulasi,” ujar politisi NasDem asal Buleleng itu.

Senantara menyarankan agar pengelola Alas Purwo lebih peka terhadap aturan yang berlaku dan berhati-hati dalam mengimplementasikannya. Ia menduga ada kesalahan dalam penerapan aturan yang harus segera diperbaiki. “Kami berharap kebijakan ini segera dicabut, karena sudah menimbulkan polemik di kalangan masyarakat,” tegasnya, dengan harapan agar kebijakan yang merugikan umat beragama tidak terus berlarut.

Tak hanya itu, Senantara juga menyoroti tingginya kenaikan tarif retribusi yang dirasa tidak adil. Tarif yang awalnya hanya Rp 5.000 kini melonjak menjadi Rp 30.000 pada hari libur. Menurutnya, kebijakan ini tidak wajar, karena masyarakat datang ke tempat tersebut bukan untuk berwisata, tetapi untuk beribadah.

“Kalau tarif dikenakan untuk wisatawan, itu mungkin bisa diterima. Tapi untuk kegiatan keagamaan, ini sudah melampaui batas,” jelasnya dengan penuh penekanan.

Senantara menegaskan komitmennya untuk menuntaskan persoalan ini dengan menggelar audiensi bersama Kementerian Kehutanan, Kementerian Agama, dan pihak terkait lainnya.

Jika kebijakan seperti ini dibiarkan, bukan tidak mungkin masalah serupa akan muncul di daerah lain. Diharapkan kebijakan yang ada lebih sensitif terhadap kebutuhan umat beragama

“Kami akan mencari solusi terbaik agar umat Hindu dan seluruh masyarakat tidak dirugikan,” pungkasnya dengan harapan yang tulus, demi kenyamanan dan kesejahteraan umat. (wid)