Koster Tegaskan Nyoman dan Ketut Tetap Harus Dilindungi
Paslon Cagub dan Cawagub Bali Nomor 2 Wayan Koster dan Giri Prasta tampil dalam uji publik di Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja.
Buleleng, (Metrobali.com)
Calon Gubernur Bali Wayan Koster terus memberikan garansi untuk melindungi Nyoman dan Ketut di Bali. Hal ini disampaikan Koster saat tampil dalam uji publik di Kampus Undiksa Singaraja dua hari lalu. Ketegasan Koster untuk melindungi nama Nyoman dan Ketut tersebut disampaikan oleh KOster saat menjawab pertanyaan seorang mahasiswi Fakultas Kedokteran Undiksa Bernama Ni Luh Putu Lia Putri. Di hadapan 1300 mahasiswa dan dosen tersebut, pria asal Sambiran Buleleng tetap teguh dengan keyakinannya untuk melindungi Nyoman dan Ketut di Bali.
Menurut Ni Putu Lia, ketegasan Koster dalam melindungi Nyoman dan Ketut bisa berdampak pada faktor lainnya seperti memaksa keluarga untuk melahirkan lebih ari dua anak, faktor ekonomi, dan bisa menyebabkan stunting. “Data yang saya baca dari beberapa pemberitaan media, stunting di Bali sudah mencapai 14% di tahun 20203 lalu,” ujar mahasiswa yang menyambung dengan menyampaikan ada beberapa desa binaan kampus Undiksa tersebut terutama untuk memberantas stunting. Selain itu Bali juga sudah mulai padat dan menimbulkan persoalan baru seperti kemacetan, kesulitan mendapatakan pekerjaan, over populasi, tingkat pengangguran yang tinggi, dan secara ekonomi tiap-tiap keluarga di Bali itu berbeda kemampuannya. “Untuk memiliki empat orang anak ini, maka Jarak kehamilan sangat singkat, dan Jarak kehamilan yang singkat akan menimbulkan stunting pada anak,” ujarnya.
Menjawabi pertanyaan tersebut, anggota DPR RI tiga periode itu secara tegas bahwa perlindungan terhadap nama Nyoman dan Ketut merupakan kewajiban siapa pun yang akan memimpin Bali nanti. Bila tidak dilakukan maka nama Nyoman dan Ketut dengan sendirinya akan hilang di Bali. Tahun 2023 misalnya, nama Nyoman di Bali tinggal 109.198 orang atau tinggal 18%. Sementara nama Ketut di Bali tinggal 6%. Jika tidak dilindungi dari sekarang maka 10 sampai 20 tahun ke depan kedua nama ini akan hilang dari Bali. “Kepada keluarga di Bali yang masih memiliki kemampuan,agar bisa melahirkan empat anak,” ujarnya. Data stunting juga dikoreksi oleh Koster. Sebab, data stunting tahun 2023 sebanyak 7,2%. Tahun 2024 turun menjadi 4%. Dan harus zero stunting di Bali.
Koster juga menyampaikan bahwa keluarga di Bali tidak perlu takut dengan jumlah 4 orang anak. Sebab, pemerintah di Bali sudah menjamin untuk memberikan bantuan bagi keluarga yang bisa melahirkan empat orang anak. Koster juga membandingkan jika banyak keluarga dulu, anaknya banyak, hanya menjual canang, hanya petani, namun anaknya tidak pernah stunting. Anaknya justeru menjadi dokter, menjadi pejabat dan sebagainya. Namun saat ini Ketika pemerintah sudah memberikan pendidikan gratis, kesehatan gratis, tetapi malah anaknya sedikit. “Kelahiran di Bali itu bisa menjadi beban tetapi bisa juga menjadi sumber daya yang baik. Orang Bali tidak boleh menurun atau berkurang. Kalau orang Bali semakin berkurang maka budaya Bali cepat atau lambat akan hilang. Yang menjadi penjaga dan pelaku utama budaya Bali adalah orang Bali sendiri,” ujarnya. Kondisi seperti ini sudah terasa saat ini. Di industry pariwisata dan perhotelan misalnya, banyak orang luar yang bekerja di Bali. Tidak banyak orang Bali yang menduduki posisi penting di industry pariwisata. ini adalah salab satu dampak dari semakian sedikitnya orang Bali. (Arnoldus Dhae)