Denpasar, (Metrobali.com) 

 

Seorang Warga Negara Asing (WNA) asal Rusia, berinisial VM, menghadapi permasalahan di Bali setelah paspornya ditahan oleh petugas Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kanwil Kemenkumham) Bali tanpa dasar yang jelas. Penahanan dokumen ini telah berlangsung selama sembilan hari, menurut pernyataan kuasa hukumnya, Fitri Anisa dan Rengga Rahmadhany, pada Kamis (31/10/2024) di Denpasar.

VM pertama kali tiba di Bali pada Oktober 2022 sebagai wisatawan dan kemudian mendirikan perusahaan, PT. Ele Restaurant Group, bersama seorang warga negara Rusia lain, IL, yang ia kenal sejak 2019. Pada Mei 2023, VM menjabat sebagai Direktur dan pemegang saham, sementara IL bertindak sebagai Komisaris.

Namun, pada 16 Oktober 2024, VM mendapati bahwa IL telah melakukan perubahan data perseroan tanpa sepengetahuannya. Perubahan tersebut mencakup pergantian susunan pengurus perusahaan, di mana IL menjadi Direktur Utama, dan dua WNA Rusia lainnya, VR dan YB, menjadi Komisaris dan Direktur. VM mengaku tidak pernah menyetujui perubahan ini, meski dalam dokumen notaris terdapat tanda tangan yang mirip dengan miliknya.

“Klien kami menduga ada praktik pengalihan kepemilikan saham tanpa izin, yang terjadi pada 4 Juni 2024,” ungkap Rengga.

Berdasarkan akta perubahan yang diterbitkan pada 22 Juli 2024 oleh Kementerian Hukum dan HAM, posisi VM di perusahaan tersebut telah diubah, yang mempengaruhi status sponsor pada KITAS-nya.

VM melaporkan dugaan pemalsuan dokumen ini ke Polda Bali pada 23 Oktober 2024, sesuai dengan Surat Tanda Terima Laporan Nomor: 734/X/2024/SPKT/POLDA BALI. Menurut kuasa hukum VM, sehari sebelum pihak imigrasi mendatangi VM, mereka telah mengirim somasi kepada komisaris perusahaan terkait dugaan pemalsuan dokumen otentik.

Namun, ketika petugas dari Kemenkumham Bali mendatangi VM, mereka tidak membawa surat resmi terkait kasus tersebut. VM kemudian dibawa ke kantor untuk diperiksa selama dua jam pada 21 Oktober 2024, dan paspornya ditahan setelahnya tanpa penjelasan lebih lanjut.

Penahanan paspor ini dilanjutkan dengan pemeriksaan kembali pada 22 dan 28 Oktober 2024. Menurut Fitri, tindakan ini dianggap melanggar hak WNA karena paspor adalah dokumen resmi negara asalnya.

Fitri Anisa menegaskan bahwa tindakan penahanan paspor tanpa dasar hukum yang jelas dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran hak kebebasan individu.

“Penahanan paspor harus memiliki alasan hukum yang sah, seperti proses hukum atau deportasi,” jelasnya. Langkah ini, lanjut Fitri, dapat memicu masalah diplomatik antara Indonesia dan negara asal VM.(ist)