Tim Penilai Desa Anti Korupsi Provinsi Bali yang dipimpin Inspektur Provinsi Bali I Wayan Sugiada diterima oleh Pjs. Bupati Bangli I Made Rentin di Desa Awan, Kintamani, Bangli

 

Buleleng, (Metrobali.com) 

 

Tim Penilai Desa Anti Korupsi Provinsi Bali yang dikomandoi oleh Inspektorat Provinsi Bali kembali tancap gas melakukan penilaian langsung ke desa. Kali ini, tim terjun ke Desa Awan, Kintamani, Bangli; Desa Aan, Banjarangkan, Klungkung; dan Desa Kubutambahan, Kabupaten Buleleng. Kegiatan ini merupakan rangkaian penilaian indikator Desa Anti Korupsi yang dilaksanakan pada Selasa (22/10) pagi.

Kepala Inspektorat Provinsi Bali, I Wayan Sugiada, menuturkan bahwa kehadiran tim penilai merupakan tindak lanjut dari pengajuan desa di seluruh kabupaten/kota di Bali yang diusulkan untuk menjadi percontohan Desa Anti Korupsi oleh KPK RI. “Dari Kabupaten Bangli, kami menilai Desa Awan, Kintamani, sebagai yang terbaik,” kata Sugiada di Wantilan Desa Awan, Kintamani, Kabupaten Bangli.

Dijelaskannya lebih lanjut, komponen yang dinilai antara lain penguatan tata laksana, pengawasan, kualitas pelayanan publik, partisipasi masyarakat, dan kearifan lokal, ditambah 18 indikator lainnya. “Diharapkan desa yang dinilai mampu memberikan yang terbaik, dengan nilai 100, dan dapat terpilih mewakili Bali di Desa Anti Korupsi tingkat nasional nantinya,” tandasnya. “Tentu saja, penilaiannya bukan hanya sekadar omongan, tapi harus dilengkapi dokumen dan bukti nyata. Karenanya, tim penilai hari ini turun langsung, termasuk mengecek pekerjaan fisik,” imbuhnya.

Menurut Sugiada, penting untuk memperhatikan penggunaan uang negara dalam proses pembangunan fisik di desa, karena satu rupiah pun uang negara harus dipertanggungjawabkan. “Karena korupsi, atau corruption, itu dapat diartikan sebagai busuk, jadi jangan mau jadi busuk. Harus dimulai dari desa, perbekelnya harus jadi panutan warga, jangan sampai ‘terpeleset’ karena korupsi uang yang nilainya tidak seberapa,” ujar Sugiada.

Sugiada juga menekankan bahwa alat bukti kini mencakup banyak hal yang bisa menjerat dan memberatkan terduga korupsi, termasuk alat bukti elektronik. “Percakapan, deal-deal di HP pun sekarang bisa jadi alat bukti tindak pidana korupsi,” kata Sugiada. “Di sanalah pentingnya fungsi kami dari Inspektorat untuk memberikan peringatan dini, agar bapak ibu memahami pentingnya pencegahan,” tambahnya.

Komitmen menjadi kunci penting menurut Sugiada—komitmen pemimpin hingga jajaran serta masyarakat dalam tata kelola pemerintahan yang baik. “Hasil penilaian ini akan kami laporkan ke KPK RI, dan KPK akan turun langsung untuk mengecek. Saya harap desa-desa di Bali bisa mencapai nilai 100,” tukasnya.

Sementara itu, dalam sambutannya di kesempatan yang sama, Pjs. Bupati Bangli I Made Rentin menyampaikan bahwa pemberantasan korupsi sebagai kejahatan luar biasa tidak hanya melalui penangkapan pelaku, namun juga upaya pencegahan hingga pembentukan budaya anti korupsi. “Yang lebih penting adalah membangun mental dan karakter yang dapat memberantas korupsi, dimulai dari diri sendiri,” katanya.

Desa Anti Korupsi, menurut Rentin, merupakan program yang baik untuk melihat pengelolaan anggaran di desa yang berisiko terjadi tindak korupsi. “Penilaian tim ini akan memberikan nilai yang objektif. Kami berharap bisa mengidentifikasi kekurangan dan dapat dipedomani untuk perbaikan berkelanjutan,” kata Rentin. “Secara khusus, saya ucapkan terima kasih atas prestasi Desa Awan, Kintamani, dan semoga bisa menjadi percontohan untuk desa-desa lainnya,” tandas Rentin.

Di lain pihak, Inspektur Pembantu (Irban) I Provinsi Bali, Nyoman Gede Suardita, menyampaikan bahwa dengan diterapkannya asas otonomi daerah, masing-masing daerah hingga ke tingkat desa memiliki peran lebih besar dalam mempercepat kemajuan desa serta kesejahteraan masyarakat. “Desa dalam tingkatannya memiliki wewenang secara administratif, mulai dari pembangunan hingga pengelolaan keuangan,” kata Suardita di Wantilan Pura Bale Agung, Kubutambahan, Buleleng.

Ditambah lagi, menurutnya, kehandalan perangkat desa dan sistem yang digunakan dalam menjalankan hal tersebut sangat dibutuhkan dewasa ini, sehingga masyarakat bisa lebih berperan aktif dalam perencanaan hingga pengawasan. “Karenanya, titik-titik kritis yang ada di desa perlu segera diatasi guna mencegah tindak koruptif. Penguatan perlu dilakukan untuk pencegahan fraud atau tindakan koruptif lainnya,” jelasnya.

Suardita juga menjelaskan bahwa KPK RI kini memiliki program Desa Anti Korupsi sebagai langkah yang diharapkan dapat menjawab tantangan pencegahan korupsi di tingkat desa. “Desa Anti Korupsi diharapkan mampu menjadi percontohan bagi desa-desa lainnya,” tandas Suardita. “Pemprov Bali telah memilih sembilan desa dari usulan kabupaten/kota, termasuk Desa Kubutambahan, untuk dinilai oleh tim dengan sejumlah indikator yang telah ditetapkan,” katanya lagi.

Sebagai informasi, KPK melalui Direktorat Pembinaan Peran Serta Masyarakat menginisiasi program Desa Anti Korupsi. Program ini melibatkan berbagai unsur, termasuk kementerian terkait, LSM, pemerhati desa, akademisi, kepala desa, tokoh agama, tokoh masyarakat, pemuda, kaum perempuan, serta asosiasi pemerintahan desa. Program ini bertujuan menyebarluaskan pentingnya membangun integritas dan nilai-nilai antikorupsi kepada pemerintah dan masyarakat desa, memperbaiki tata kelola pemerintahan desa yang berintegritas sesuai indikator dalam buku panduan Desa Anti Korupsi, serta meningkatkan peran serta masyarakat desa dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. (RED-MB)