Foto: Kuasa hukum mantan Ketua Yayasan Dhyana Pura I Gusti Ketut Mustika, Sabam Antonius Nainggolan, S.H., (dua dari kanan) didampingi Rudi Hermawan, S.H., Anindya Primadigantari, S.H., M.H, dan I Putu Sukayasa Nadi, S.H., M.H., dari Kantor SYRA LAWFIRM menegaskan kliennya tak terbukti gelapkan uang Rp25 miliar diungkapkan dalam jumpa pers di Denpasar, Kamis (17/10/2024). 

Denpasar (Metrobali.com)-

Kasus dugaan penggelapan dana Yayasan Dhyana Pura di Dalung, Kuta Utara, Badung, yang menyeret mantan Ketua Yayasan, I Gusti Ketut Mustika, akhirnya berujung pada vonis ringan. Mustika, yang menjabat dari 2016 hingga 2020, hanya dijatuhi hukuman percobaan satu tahun oleh pengadilan.

Dari riuhnya perjalanan kasus ini, Pemerhati kasus dari  I Gusti Ketut Mustika ini sedari awal merasa kecewa dengan diterimanya gugatan tersebut di pengadilan. Dia menjelaskan, bahwa pihaknya dari awal tak menyangka proses ini akan berjalan, mengingat terkait pemeriksaan terhadap yayasan telah diatur mekanismenya di dalam UU Yayasan No. 16 Tahun 2001 pada Bab VIII pasal 53 ayat 1 huruf C yang dijelaskan apabila terdapat yayasan yang organnya diduga melakukan perbuatan yang merugikan keuangan yayasan, maka berdasarkan ketentuan pasal 53 ayat 2 dijelaskan pemeriksaan hanya dapat dilakukan berdasarkan penetapan pengadilan.

Dan lebih lanjut didalam pasal 54 ayat 2 pengadilanlah yang menetapkan pemeriksa dengan mengangkat 3 ahli sebagai pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan. Bukannya dilakukan oleh pihak lawan yang kalah dalam pemilihan pengurus 2020-2024. Disitu obyektifitas dan independensi yang tidak didapatkan oleh terdakwa yang telah melalui proses release and discharge.

Terkait dengan proses pemilihan organ yayasan, mengikutsertakan utusan terpilih dari Perkumpulan Badan Hukum Keagamaan GKPB, tidaklah ada yang keliru sebagai bagian dari bersinodal (berjalan bersama). Namun yang menjadi persoalan adalah manakala hasil yang didapatkan tidak sesuai harapan bagi sebagian orang yang kemudian mengabaikan hasil proses pemilihan tersebut yang dibuatnya sendiri dengan mengkebiri hak asasi seseorang. Disitulah komitment berorganisasi bergereja dalam rangka bersinodal dilakukan dengan tidak satya wacana dan satya laksana.

Berangkat dari kedua dasar tersebut bagaimana dapat diperoleh putusan yang baik ketika apa yang menjadi dasar diterimanya gugatan berangkat dari ukuran dan takaran penggugat, bukan dari hal yang netral dan obyektif. Sehingga sudah terlihat adanya keberpihakan dengan  mengabaikan peraturan perundang-undangan dan ketentuan menteri teknis terkait pengangkatan maupun pemberhentian Organ Yayasan yang dilakukan tidak sesuai Anggaran Dasar,” ujarnya.

Sementara itu, terkait putusan itu, penasihat hukumnya dari SYRA LAW FIRM yaitu Sabam Antonius Nainggolan mengatakan bahwa dalam fakta persidangan dugaan penggelapan Rp25 miliar yang sebelumnya dituduhkan serta  isu yang diring dalam Gereja terhadap kliennya ternyata tidak terbukti justru sebaliknya sesuai fakta hukum sehingga atas hasil audit KAP Ramantha terhadap klien  kami tidak terbukti.

“ Tidak terbukti 25 miliar itu. Dinyatakan tidak valid hasil auditnya. Yang sekarang yang diangkat oleh pertimbangan hakim adalah pengalihan aset yayasan, penjualan mobil, tidak ada berita acara penjualannya  sehingga disebutkan penjualan aset Yayasan atas mobil tidak dapat dipertanggung jawabkan” katanya di Denpasar, Kamis (17/10/2024).

Bahwa merujuk dari sana kata “tidak dapat dipertanggung jawabkan” sebenarnya hanya sebuah persoalan adminstratif saja dimana dalam rapat organ Pembina telah dibahas atas adanya program peremajaan kendaraan yayasan Dhyana Pura dimana klien kami telah melaksanakan program tersebut dengan dijualnya kendaaran lama tersebut dan membeli kendaraan yang baru dimana uang penjulan Mobil yang lama dipergunakan sebagai uang tambahan untuk membeli unit mobil yang baru dimana sebelumnya yang di jual adalah 6 unit yang umurnya sudah belasan tahun namun dapat dijual dengan harga yang lumayan tinggi untuk harga pasarannya dan tidak satu rupiahpun dinikmati oleh klian kami atas penjualan tersebut dan berhasil membeli 8 unit kendaraan yang baru yang layak dipergunakan oleh Rektor dan Penjabat lainya di Yayasan Dhyana Pura dimana hal tersebut telah diakui oleh beberapa saksi yang dihadirkan oleh rekan JPU, Tegas Sabam Antonius Nainggolan.

Sebenarnya sejak dari awal perkara ini bergulir sudah tidak  fair dimana kemudian audit yang dilakukan juga jauh dari standart audit Investigasi seperti yang telah dijelaskan oleh ahli yang kami hadirkan dan telah menjadi Fakta persidangan atas pemeriksaan dari Staff audit KAP Ramantha

Dia menjelaskan lebih jauh, bahwa ahli mengatakan, bahwasannya apabila hasil audit itu tidak didukung dengan 4 bukti dimaksud, maka kesimpulan adalah hasil audit tersebut tidak memenuhi standar profesional akuntan investigator.

Bisa dikatakan, semakin tidak lengkap buktinya, maka semakin tidak berkualitas hasil investigasinya. Pada saat proses investigasinya tidak sesuai dengan standar, maka laporan hasil investigasinya juga dikatakan tidak bisa diandalkan begitu sebaliknya

Atas keterangan ahli tersebut, pada kesempatan terakhir yang diberikan kepada para Penasehat Hukum terdakwa 1 dari SYRA LAW FIRM yaitu Sabam Antonius Nainggolan ,S.H., Rudi Hermawan, S.H., Anindya Primadigantari, S.H.,M.H, Adv I Putu Sukayasa Nadi, S.H.,M.H., memohon kepada Kantor Akuntan Publik Sodikin Budhananda Wandestarido untuk melakukan hitungan ulang atas hasil audit KAP I Wayan Ramantha.

Di mana, sesuai dengan berkas dokumen yang sama yaitu dokumen yang di lampirkan oleh Alm. Ramantha pada BAP ( Berita Acara Permeriksaan ) almarhum tertanggal 20 Februari 2024, melampirkan temuan auditor dari KAP Sodikin Budhananda Wandestarido untuk membantah temuan audit KAP Ramantha dan mendukung pendapat dari Ahli yang telah diajukan.

Dalam temuan KAP Sodikin Budhananda Wandestarido, terdapat fakta dari dokumen yang diperiksa oleh KAP I Wayan Ramantha yang dituangkan ke dalam BAP tertanggal tertanggal 20 Februari 2024 di Polda Bali. Terdapat pencatatan pengeluaran bukti cek yang tidak dicatatkan sebesar Rp. 46.021.638.389 ( Empat puluh enam Miliar dua puluh satu juta enam ratus tiga puluh delapan ribu tiga ratus delapan puluh sembilan rupiah).

Sehingga jika hasil pmeriksaan KAP Ramantha yang semula Rp. 25.572.592.073,46 dikurangkan dengan pencatatan pengeluaran yang tidak dicatatkan tersebut, yang merupakan fakta hukum dalam persidangan maka hasilnya seharusnya adalah sebesar Rp – 20.449.046.316 (Minus dua puluh miliar empat ratus empat puluh sembilan juta empat puluh enam ribu tiga ratus enam belas rupiah).

“Bahwa atas temuan yang tidak dicatatkan sebagai pegeluaran bukti cek tersebut telah dikonfirmasi kepada Staff auditor dari KAP Ramantha dalam sidang Pemeriksaan di Pengadian Negeri Denpasar dengan gampangnya menjawab tidak dicatatkan karena tidak ada bonggol ceknya,” bebernya

Di mana pengeluaran cek tersebut merupakan pengeluaran operasional rutin Universitas Dhyana Pura dan PPLP yang pembiayaan operasional tersebut melalui pencarian cek dari Bendahara Yayasan Dhyana Pura yang di lakukan oleh Staff dari Universitas Dhyana Pura dan PPLP. Pengeluaran operasional tersebut juga termasuk pembayaran gaji dosen.

Sehingga dari sidang putusan tersebut, pihak kuasa hukum pun saat ini masih menyatakan pikir-pikir untuk menentukan langkah selanjutnya. Tutup Sabam Antonius Nainggolan ,S.H., bersama Rudi Hermawan, S.H., Anindya Primadigantari, S.H.,M.H, dan I Putu Sukayasa Nadi, S.H.,M.H., dari Kantor SYRA LAWFIRM yang beralamat Di Tukad Batanghari. (dan)