Ilustrasi

Hari ini, Selasa, 15 Oktober 2024, raina Anggarkasih Medangsia, penanggal ping 13 nuju Purnama Kapat, Icaka 1946. Pujawali ring Kahyangan Jagat, Pura Goa Lawah di arah Tenggara Bali, pemujaan Tuhan Maheswara dengan pengurip 8. Pura Andakasa di Selatan Bali, pemujaan Tuhan Brahma, dengan pengurip 9. Pura Uluwatu di Barat Daya Bali, pemujaan Tuhan Rudra dengan pengurip 3. Rangkaian piodalan di ketiga Pura pada waktu bersamaan, mengingatkan sistem keyakinan pemujaan Tuhan Ciwa di 8 penjuru mata angin, simbol Bali berbentuk bunga Padma berkelopak 8, dengan puja “ngider bhuwana”: SA BA TA HA I NA MA SI WA YA .Sabda suci, yang menggambarkan kesucian Bali, dengan idealisme manusia dan alamnyapun menjadi suci. Di era realitas sosial dewasa, mewacakan kesucian: Pura, Alam dan Manusia, sering dinilai naik, dalam fenomena apa yang disebut para teolog sebagai atheis praktis. Secara teori, karena sraddha/keimanan percaya pada Tuhan, dalam praktek kehidupan, perilakunya abai terhadap ajaran agama yang dianutnya. Sejarawan Harari dalam bukunya HOMO DEUS, menyebutnya sebagai agama pertumbuhan ekonomi. Yang dijadikan rujukan nilai: motif mencari laba, produktivitas. persaingan.
Dalam dinamika kehidupan seperti ini, terjadi “perpotongan” antara spirituslitas dengan motif ekonomi yang punya kecenderungan kuat menjadi sekuler. Menyimak perjalanan sejarah pengelolaan Besakih, kita bisa bercermin laku kehidupan Mpu Semeru, yang dalam tafsir ke kinian menjadi “manajer” pengelola Pura Besakih di zamannya.
Ciri karakter dan kepemimpinan dari Mpu yang mumpuni ini, pertama, ajeg memegang teguh sastra, tidak mudah untuk dikompromikan dengan perubahan yang dasarnya tidak jelas. Kedua, kewibaan dalam kepemimpinannya karena kompetensi dan prestasinya, terjaga, orang seturut tanpa kompromi, karena prestasinya dan rekam jejaknya. Ketiga, sebagai penganut setia, ajaran “Gunung mraga Lingha Widhi”, maksudnya Giri Toh Langkir, terjaganya kesucian gunung (ukir) dan laut (segara) adalah harga hidup, untuk tidak dipertukarkan dengan “tetek bengek” kenikmatan dunia, yang bersumber dari: kekuasaan, kepintaran dan kekayaan.
Pakulun Ida Bhatara Mpu Semeru, “distanakan” ring Meru Tumpang 7 dalam Pedharman semeton warga Pasek. piodalannya Purnama Kepitu.

Jro Gde Sudibya, intelektual Hindu, cukup banyak menulis tentang Besakih.