KSPN Besakih dan Gunung Agung Seharusnya Segera Dicabut, Sekarang Kaldera Batur dalam Ancaman
Denpasar (Metrobali.com)-
Perlu digaungkan terus sampai KSPN ini batal. Tantangan penyelamatan lingkungan kaldera Batur, yang sekarang diserbu investor.
Pemda Bangli sangat lemah dalam perencanaan tara ruang Danu Batur- Gunung Batur, penegakan aturan hukum -law enforcement- dengan tali temali “vested interest” kepentingan bercokol di kawasan Batur.
Hal itu dikatakan Jro Gde Sudibya, intelektual Hindu, pengamat kebudayaan, Senin 14 Oktober 2024.
Menurutnya, Desa ring sawewengkon Lintang Danu”, Desa yang melingkara Danau Batur dan Gunung Batur: Songan, Trunyan, Buahan, Kedisan, Batur, Cintamani, seharusnya “jengah” berada di garda terdepan dalam pelestarian lingkungan.
Dikatakan, kalau orang sekaliber Soetan Takdir Alisjahbana, ilmuwan cum sastrawan dari angkatan Pujangga Baru, “jatuh hati” pada Batur, mendirikan laboratorium seni Toya Bungkah, sudah tentu diyakini di kawasan itu ada “spiritual and cultural heritage” yang mesti dirawat bersama.
“Tidak sekadar dipertukarkan dengan jumlah cuan (yang tidak seberapa) dibandingkan dengan nilai sejarah dan kemuliaannya,” katanya.
Menurutnya, sudah waktunya, warga di kecamatan Kintamani Utara ini terus berbenah, sembari merawat ethos kerjanya yang mumpuni, dengan menumbuhkan kesadaran bersama akan risiko yang ada di depan mata, akibat kapitalisme pariwisata. Risiko dan kerugiannya bisa jauh lebih besar dibandingkan letusan Gunung Batur tahun 1926.
Momentum bagi Bangli berbenah diri.
Dikatakan, di menjelang Pilkada Serentak 27 November 2024, masyarakat pemilih ingin mendengar komitmen kandidat Bali 1 dan 2, serta Bangli 1 dan 2 dalam penyelamatan kawasan Besakih, Gunung Agung, Kaldera Batur, dari rambahan “kejam: kapitalisme pariwisata, yang dijustifikasi oleh aturan yang didesign untuk kepentingan tsb.
Menurutnya, kegiatan pembangunan di sekita kakdera Batur, sangat merugikan lingkungan dan masa depan masyarakat penyangga kebudayaan.
“Hanya memberikan “dasa muka” keuntungan: komisi, kick back, “cuan” kepada tuan dan penguasa dengan kroni-kroninya,” kata I Gde Sudibya. (Sutiawan)