Pasca Putusan MK, Korban Terorisme Masa Lalu Kini Punya Kesempatan Hingga 2028 untuk Ajukan Bantuan
Badung (Metrobali.com)
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) bersama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 103/PUU-XXI/2023 yang memperpanjang batas waktu pengajuan bantuan bagi korban terorisme masa lalu. Putusan ini memberikan kesempatan lebih lama bagi korban untuk mengajukan permohonan bantuan medis, psikologis, psikososial, dan kompensasi hingga tahun 2028.
Wakil Ketua LPSK, Mahyudin, menyatakan bahwa dengan adanya putusan ini, LPSK dan BNPT memiliki waktu hingga 2028 untuk menjangkau korban terorisme masa lalu yang belum mengajukan permohonan hak mereka.
“Batas waktu sebelumnya terlalu singkat, sehingga masih ada korban yang belum bisa mengajukan haknya,” ujar Mahyudin.
Putusan MK ini sangat relevan dengan momentum peringatan 22 tahun Peristiwa Bali I pada 12 Oktober. Korban terorisme masa lalu di sini mencakup mereka yang terdampak sejak Peristiwa Bali I pada 2002 hingga peristiwa terorisme lain sebelum UU No. 5 Tahun 2018 diundangkan. Korban yang belum mengajukan bantuan dalam periode 2018–2021 kini memiliki waktu tambahan untuk mengajukan haknya, termasuk bantuan medis, psikologis, psikososial, dan kompensasi.
Direktur Perlindungan BNPT, Brigjen Pol Imam Margono, menambahkan bahwa korban terorisme wajib dilindungi oleh negara.
“Sebelumnya, batas waktu identifikasi penyintas terorisme hanya tiga tahun. Dengan adanya perpanjangan ini, BNPT dan LPSK langsung bergerak untuk mendata korban yang belum teridentifikasi,” jelasnya.
Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa frasa “3 tahun sejak UU ini mulai berlaku” dalam Pasal 43L ayat (4) UU No. 5 Tahun 2018 adalah inkonstitusional secara bersyarat, sehingga batasan waktu diperpanjang menjadi 10 tahun. Keputusan ini memberikan ruang bagi korban untuk memperoleh hak mereka secara lebih luas dan merata.
Imam Margono juga menyoroti tantangan dalam mengidentifikasi korban terorisme masa lalu, termasuk kendala yang disebabkan pandemi COVID-19 yang membatasi mobilitas pada 2021. Banyak penyintas belum mendapatkan surat keputusan dari LPSK dan BNPT, sehingga upaya identifikasi terus dilakukan di seluruh Indonesia.
Saat ini, tercatat sebanyak 1.147 korban terorisme masa lalu yang telah terdaftar oleh BNPT, katanya termasuk korban WNA yang mengalami serangan di dalam negeri.
Mahyudin menambahkan bahwa LPSK telah menyalurkan kompensasi sebesar Rp113 miliar Lebih kepada 572 korban pada periode 2020–2021, dan berharap lebih banyak korban akan menerima haknya berkat sosialisasi putusan MK ini.
“Kalau korban total yang sudah diberikan itu 782 tau 785 total itu sesuai dengan keputusan pengadilan,” ungkapnya.
Sebelumnya, LPSK katanya sudah bertemu dengan berbagai pemangku kepentingan di Bali, seperti jajaran kepolisian, organisasi perangkat daerah, dan perwakilan rumah sakit, yang diadakan di kantor Pemprov Bali pada Kamis (10/10).
Dengan adanya sosialisasi ini, pemerintah berharap dapat memperluas jangkauan informasi kepada para korban yang belum terakomodasi, baik dari segi medis, psikologis, maupun kompensasi.
LPSK dan BNPT katanya, juga terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah serta rumah sakit untuk membantu proses penilaian dan pengajuan bantuan kepada para korban.
(jurnalis : Tri Widiyanti)