Pengelolaan APBD Periode WK, Sarat Masalah dan Tingginya Angka: Kemiskinan Ekstrem, Gangguan Jiwa dan juga Bunuh Diri
Denpasar, (Metrobali.com)
Kami salut dan respek pada mereka yang berada di jalan pelayanan kemanusiaan, SEVA yang memulyakan manusia. Sementara, Kepemimpinan yang melayani,” leader to make a service” semakin langka di Bali ini.
Hal tersebut dikatakan I Gde Sudibya, anggota MPR RI Utusan Daerah Bali 1999 – 2004, ekonom, pengamat kebijakan publik, Kamis 10 Oktober 2024.
Menurutnya, pemimpin dengan semangat memberi nyaris sirna. Memberi dalam artian: keteladanan, panutan, memegang teguh dharma, menjalankan swadharma, melalui keputusan publik yang berpihak kepada mereka yang tidak berpunya, dan terpinggirkan secara sosial.
“Spirit “ngayah” tidak sebatas wacana, tetapi dalam program aksi untuk mengelola secara terhormat dan bertanggung jawab dana negara,” kata I Gde Sudibya.
Dikatakan, dampak alokasi anggaran dan tekanan ekonomi dan sosial, menjadi faktor dominan penyebab skizofrenia di Bali. Dimana pemerintah? Kemana bansos mengalir?
Menurutnya, Pemda Bali di era Gubernur Wayan Koster (WK) tidak hadir dalam menangani kemiskinan ekstrim di Bali. Pandemi Covid 19, menyebabkan ekonomi Bali tumbuh negatif 9,3 persen di tahun anggaran 2020, tetapi anggaran penanggulangan kemiskinan amat sangat minim.
Dikatakan, dimana anggaran pertanian sekitar 4 persen termasuk pembiayaan birokrasi, jadi tidak ada dana untuk mengungkit kehidupan petani. Dana PEN sebesar Rp.1 5 T justru dialihkan untuk proyek PKB Klungkung yang tidak ada kaitannya dengan pemulihan ekonomi akibat pandemi.
Menurutnya, dana bansos ratusan miliar rupiah tahun 2023, Rp.1,4 T tahun 2024, tidak mengungkit perekonomian Bali.
“Fakta sosialnya: kemiskinan ekstrem tinggi, gangguan jiwa dan angka bunuh diri tinggi Kepemimpinan yang gagal dari perspektif mengangkat harkat dan martabat “wong cilik”. Miris,” kata Gde Sudibya, anggota MPR RI Utusan Daerah Bali 1999 – 2004, ekonom, pengamat kebijakan publik. (Sutiawan)