Denpasar (Metrobali.com) 

Prof. Amaliya, Guru Besar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran (FKG UNPAD), menekankan pentingnya pengurangan bahaya tembakau sebagai strategi kesehatan publik. Salah satu implementasi dari pendekatan ini adalah dengan memanfaatkan rokok elektronik yang mampu mengurangi risiko kesehatan hingga 90% dibandingkan rokok konvensional.

“Uap atau aerosol yang dihasilkan produk tembakau alternatif tidak mengandung TAR. Sedangkan asap dari rokok yang dibakar mengandung TAR, zat yang menimbulkan risiko bagi lingkungan sekitar. Jadi uap atau aerosol berbeda dengan asap rokok. Dengan tidak menghasilkan TAR, produk tembakau alternatif memiliki risiko kesehatan yang jauh lebih rendah daripada rokok,” kata Prof Amaliya dałam diskusi bertajuk “Penerapan Pengurangan Bahaya Tembakau sebagai Strategi Komplementer Mengatasi Permasalahan Merokok dan Mendukung Pariwisata Bali,” yang diadakan oleh Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR) pada Rabu (9/10/2024) di Denpasar,

Menurut Prof. Amaliya, produk tembakau alternatif, seperti rokok elektronik dan kantong nikotin, menerapkan sistem pemanasan pada nikotin cair atau tembakau sehingga menghasilkan uap atau aerosol tanpa menghasilkan asap yang mengandung TAR, zat berbahaya yang biasa ditemukan dalam rokok konvensional. Dengan tidak adanya TAR, risiko kesehatan produk ini jauh lebih rendah, baik bagi pengguna maupun lingkungan sekitar.

Diskusi yang meghadirkan para ahli menekankan bahwa produk tembakau alternatif dapat menjadi solusi inovatif untuk menjaga kualitas udara di destinasi wisata.

Sementara itu, Ida Bagus Purwa Sidemen, Direktur Eksekutif BPD PHRI Bali, mengatakan dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan yang mencapai lebih dari 4,1 juta orang hingga Agustus 2024 membawa tantangan baru, terutama terkait kebiasaan merokok.

Sebagai informasi, Pariwisata Bali menyumbang 54 persen karena itu, Sidemen menyarankan agar tempat wisata dan hotel menyediakan area khusus untuk merokok atau penggunaan produk tembakau alternatif.

Langkah ini tidak hanya dapat menjaga kualitas udara, tetapi juga meningkatkan kenyamanan wisatawan domestik dan mancanegara.

Sejalan dengan hal ini, Prof. Amaliya menyatakan bahwa penggunaan rokok elektronik mampu mengurangi polusi udara, karena produk ini tidak menghasilkan residu berbahaya seperti TAR. Rokok elektronik bahkan telah mendapat dukungan dari negara maju seperti Swedia, Jepang, Inggris, dan Selandia Baru, yang melihat manfaatnya dalam mengurangi dampak kesehatan dari kebiasaan merokok.

Ida Bagus Nyoman Dhedy Widyabawa dari Universitas Mahasaraswati Denpasar menambahkan, rokok elektronik yang tidak menghasilkan abu dan residu dapat membantu menjaga kebersihan dan keindahan Bali. Tempat wisata yang bebas dari polusi asap rokok akan semakin mendukung sustainability tourism di Bali, sebuah konsep pariwisata yang ramah lingkungan dan berkualitas.

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pendidikan Nasional Bali, Prof. Ida Bagus Raka Suardana, menyoroti dampak besar pandemi COVID-19 terhadap sektor pariwisata Bali. Pemulihan sektor ini, menurutnya, memerlukan upaya untuk menciptakan lingkungan yang lebih nyaman dan aman bagi wisatawan agar krisis serupa dapat dicegah di masa depan.

Dengan mengadopsi strategi pengurangan bahaya tembakau, Bali dapat memperkuat posisinya sebagai destinasi wisata unggulan yang sehat dan bersih. Selain mendukung pertumbuhan ekonomi, langkah ini diharapkan dapat melindungi Bali dari polusi udara akibat asap rokok.

 

(jurnalis : Tri Widiyanti)