Denpasar, (Metrobali.com)-

Si “mulyono” yang malu hati, karena cawe-cawenya termasuk di TNI yang keterlaluan. Semua anggota MPR RI 1999 – 2004, gerakan masyarakat sipil yang ikut merumuskan pemisahan TNI dengan Polri, TAP MPR menjadi dasar perumusan UU TNI dan UU Polri yang sejalan dengan semangat reformasi, menjadi kecewa berat dan mungkin marah dengan prilaku ugal-agalan si Mulyono.

Hal tersebut dikatakan I Gde Sudibya, anggota MPR RI Fraksi PDI Perjuangan 1999 – 2004, ekonom, pengamat ekonomi politik, Senin 7 Oktober 2024 menyikapi hari hari terakhir menjelang lengser Jokowidodo pada 20 Oktober 2024.

“Mari kita tunggu nasib (buruknya) pasca 20 Oktober 2024, karena karmanya sendiri. Politik Dinasti yang menabrak konstitusi, menggunakan hukum sebagai alat kekuasaan menyandra musuh politiknya dan atau yang punya potensi menghambat ambisi politik dinastinya,” kata I Gde Sudibya.

Dikatakan, keteledoran dalam pengelolaan tambang Nikel dan batu bara, meminggirkan jutaan masyarakat adat, membebaskan belasan pengusaha tambang batu bara, mendapat pembebasan pajak -winsfall profit- dari keuntungan sekitar Rp.1,500 T, pada saat “boom” batu bara tahun 2021 – 2022.

Menurutnya, dugaan pat gulipat dalan “proyek” hilirisasi Nikel, merugikan negeri, memberikan keuntungan berlimpah China. Arogansi dari terbitnya UU Cipta Kerja tahun 2020, yang memanjakan pemodal besar, menekan masyarakat buruh, merusak lingkungan, merusak kebijakan otonomi daerah.

Dan sejumlah deretan “dosa” politik lainnya seperti: Rencana pengerukan milyaran meter kubik sedimen dan pasir laut, yang akan merusak bentang alam dan biota laut, merugikan sumber nafkah ribuan nelayan.

Dosa lainnya, memberikan status PSN kepada proyek PIK II, Pantai Indah Kapuk Dua, untuk pembebasan tanah atas nama negara yang punya potensi merugikan ribuan petani di Kabupaten Tangerang. Memagari laut sepanjang 23,13 km, yang jelas bertentangan pasal 33 UUD 1945, tidak diketahui masyarakat dan aparat desa, kecamatan.

Karma buruk lainnya pemerintahan Jokowidodo adalah proyek IKN yang kontroversial, tanpa amdal, menggunakan dana APBN Rp.70 T, padahal janji sebelumnya dengan pendanaan pihak swasta.

Dosa lainnya, investasi proyek infrastruktur yang sarat masalah, proyek KA Cepat Jakarta – Bandung, Bandara Kulon Progo, Bandara Kertha Jati, Pelabuhan Patimbam, yang menurut para pengamat ekonomi tidak layak secara ekonomi finansial, membebani BUMN pengelolanya.

Dosa berikutnya, kegagalan proyek food estate di Kalimantan, dan rencana proyek ambisius, yang punya risiko tinggi untuk gagal, food estate dan sugar estate seluas 2,2 juta ha di Kabupaten Merauke.

I Gde Sudibya, anggota MPR RI Fraksi PDI Perjuangan 1999 – 2004, ekonom, pengamat ekonomi politik mengatakan setuju kalau menggunakan standar kesehatan pengelolaan hutang luar negeri sebesar 25 persen, debt service ratio, perbandingan antara pendapatan negara dari ekspor dibandingkan dengan nilai ekspor, dengan pajak badan turun menjadi 22 persen.

Hutang luar negeri yang menumpuk luar biasa, geo politik global yang labil dengan risiko potensi Perang Dunia III, yang sangat menekan ekspor, soal waktu saja Indinesia punya potensi menjadi negara gagal bayar hutang. Failed state to pay foreign debt.

“Tantangan super berat yang dihadapi pemerintahan Prabowo di bulan bulan pertama,” kata I Gde Sudibya. (Sutiawan)