Denpasar (Metrobali.com)-

Sepuluh Tahun Pembangunan Infrastruktur di jaman kekuasaan Jokowidodo, dengan Tambahan Hutang Rp.4,000 T, Ekonomi Kelas Menengah – Bawah Tetap Terpuruk.

Hal itu dikatakan I Gde Sudibya, anggota MPR RI Utusan Daerah Bali 1999 – 2004, ekonom, pengamat ekonomi dan kebudayaan, Kamis 3 Oktober 2024 menjelang lengsernya Presiden Jokowi 20 Oktober 2024.

Dikatakan, berdasarkan data BPS, jumlah kelas menengah dalam lima tahun terakhir, 2019 – 2024 berkurang 10 juta orang, menambah jumlah masyarakat yang rentan menjadi miskin, yang jumlahnya puluhan juta orang.

Sementara UU Cipta Kerja tahun 2020, lanjut I Gde Sudibya yang memberikan janji “angin sorga” di dalam penciptaan kesempatan kerja, ternyata telah gagal. Untuk tahun 2024 ini, di industri garmen telah terjadi pemutusan hubungan kerja sekitar 17 ribu tenaga kerja.

“Deindustrialisasi terus berlangsung, sehingga pemutusan hubungan kerja ke depan diperkirakan semakin membesar,” katanya.

Menurutnya, Indeks NTP (Nilai Tukar Petani) dalam 10 tahun terakhir 2014 – 2024 menurut Jurnalisme Data Kompas, hanya naik 2,34 persen. “Angka ini lebih rendah dari laju inflasi pangan dalam kurun waktu yang sama. Artinya, kualitas hidup (standard of living) petani, turun dalam 10 tahun terakhir,” kata I Gde Sudibya.

Di sisi lain, jutaan UMKM belum pulih akibat krisis pandemi Covid – 19, proyek restrukturisasi perbankan diakhiri, sehingga mereka sulit untuk bertahan, di tengah-tengah biaya birokrasi yang naik karena korupsi dan biaya suku bunga yang tetap tinggi.

Menurutnya, Elite penguasa di jaman Jokowi tidak berempati pada ekonomi “wong cilik”, tetap sibuk “melayani” kepentingan belasan para oligarki, di sektor: pertambangan, industri sawit dan industri properti.

Contohnya sangat banall, pemberian status PSN (dengan fasilitas yang melekat) bagi: proyek: BSD (Bumi Serpong Damai), PIK (Pantai Indah Kapuk) II, yang memanjakan investor dan menekan rakyat pemilik tanah. Dalam proyek PIK II tamsilnya: “rakyat tidak lagi menjadi tuan di rumahnya sendiri”.

“Menyaksikan dengan mata telanjang, kekuasaan negara dipergunakan untuk kepentingan oligarki,” katanya.

Dikatakan, berdasarkan data BPS, terjadi deflasi dalam kurun waktu yang agak panjang, yang menggambarkan turunnya daya beli masyarakat, karena pendapatan yang berkurang, “makan” tabungan dan menjual aset untuk bisa bertahan. (Sutiawan).