Ket Foto : Anggota Komisi II DPRD Badung Nyoman Artawa.

 

Badung, (Metrobali.com)

Salah satu anggota Fraksi Partai Golkar DPRD Kabupaten Badung Nyoman Artawa saat ini duduk di Komisi II. Karena itu, anggota DPRD Badung Dapil Kecamatan Petang tersebut akan fokus untuk memberdayakan sektor pertanian sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi)-nya.

Saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (1/10/2024), Nyoman Artawa menyatakan, petani dan pertanian selalu menjadi komoditi politik di setiap hajatan baik pileg maupun pilkada. “Kami ingin fokus memberdayakan petani dan sektor pertanian khususnya di Kabupaten Badung,” ungkapnya lagi.

Saat ini, tegasnya, ada kendala yang dirasakan oleh kalangan petani. Selain air dan pupuk, pascapanen juga masih menjadi masalah. “Ini tiga hal prinsip yang dirasakan petani saat ini,” tegasnya.

Soal air khususnya untuk petani di Kecamatan Petang, ujarnya, memang masih menjadi kendala. Dulu saat dia menjadi kepala desa, Nyoman Artawa sempat mengusulkan kepada bupati sebelumnya untuk membuat terowongan serta sejumlah sodetan. “Waktu itu, pembuatan terowongan dan sodetan digelontor dana hingga Rp 500 miliar,” ungkapnya.

Walau begitu, tegasnya, masalah air masih tetap menjadi PR karena hingga kini terkesan proyek tersebut belum jalan. Memang kendalanya karena konturnya berbatu sehingga memerlukan biaya yang tidak sedikit. “Kelanjutan proyek inilah yang sekarang harus dipikirkan untuk menghindari kesan proyek ini tidak jalan,” ujarnya.

Sementara sodetan dari telabah Gerana aliran sungai yang di hilir untuk Subak Bengkel II dan III sudah jalan. “Ini akan menjadi fokus kita supaya ini tidak selalu menjadi kendala,” ujar Nyoman Artawa.

Saat ditanya soal bendungan yang sedang dibangun apakah tidak menyelesaikan masalah air bagi petani di Badung, Nyoman Artawa menyatakan belum mampu. Hal ini karena air bendungan itu terbagi ke tiga kabupaten dan langsung ke selatan.

Soal pupuk, katanya, pemerintah perlu mengupayakan kebutuhan pupuk petani terpenuhi. “Saat ini ada kalanya, petani kekurangan pupuk sehingga mengurangi produktivitas hasil pertanian. Ada yang hasil panennya menurun, dan bisa juga kualitas hasil panen juga anjlok akibat kekurangan pupuk,” tegasnya.

Yang terakhir soal pascapanen, katanya, petani sudah bisa sedikit bernafas lega dengan terjunnya Perumda Pasar untuk membeli gabah petani kemudian menyalurkan kepada pegawai dan konsumen lainnya dalam bentuk beras. “Ini tentu saja sudah dirasakan manfaatnya oleh petani sehingga hasil panen tidak lagi dikuasai oleh tengkulak,” tegasnya.

Namun dia menegaskan, hasil pertanian tidak saja beras. Masih banyak produk pertanian lainnya seperti kopi, cabai, jeruk dan buah-buahan lainnya, aneka sayur dan sebagainya. “Pascapanen untuk komoditi di luar beras juga perlu memperoleh pendampingan dari pemerintah. Ada kalanya petani sampai tidak memetik hasil kerjanya seperti tomat karena harga jualnya lebih rendah dari ongkos petiknya. Ini tentu sangat memprihatinkan bagi dunia pertanian kita,” tegasnya.

Ditanya soal  bibit, Artawa menyebut, subsidi bibit harus diberikan secara penuh. Dia mencontohkan, dalam satu hamparan sawah petani membutuhkan 100 kg bibit. Yang terjadi petani tidak memperoleh bantuan bibit tidak penuh. “Akhirnya, petani pun menanam varietas yang berbeda dan tentu saja dengan kualitas yang berbeda pula. Ini dipastikan akan mengurangi benefit petani dan pembeli gabah pun akan menawarnya dengan rendah,” ungkapnya. (RED-MB)