Foto: Nyoman Suarsana Hardika (kiri) didampingi kuasa hukumnya Made Dwiatmiko Aristianto.

Denpasar (Metrobali.com) –

Dalam sebuah perjalanan hukum yang menegangkan, Nyoman Suarsana Hardika, yang akrab disapa Nyoman Liang, akhirnya merasakan kelegaan. Pengadilan Tinggi Bali menolak gugatan yang dilayangkan terhadap kepemilikan tanahnya, memperkuat keputusan sebelumnya dari Pengadilan Negeri Denpasar. Ini adalah sebuah kemenangan atas perjuangan panjang untuk mendapatkan keadilan atas hak tanah milik.

Putusan banding di Pengadilan Tinggi Bali ini memperkuat putusan Pengadilan Negeri (PN) Denpasar yang sebelumnya juga menolak gugatan AA Ngurah Agung Wira Bima, AA Ngurah Ketut Agung Astikaningrat, AA Ngurah Mayun Wiraningrat dan AA Ngurah Alit Putra terkait Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 1565 atas lahan di Jalan Badak Agung, Desa Sumerta Klod, Denpasar Timur.

Putusan yang diterbitkan pada 19 September 2024 menegaskan hak milik Nyoman Suarsana Hardika atas lahan seluas 6.670 meter persegi, terdaftar atas namanya sejak 5 Januari 2024. “Sertifikat ini sah dan saya bersyukur atas keputusan yang adil,” ungkapnya dengan tulus saat ditemui Minggu 22 September 2024

Sebagai Turut Tergugat, Nyoman Suarsana Hardika mengungkapkan rasa hormatnya terhadap keputusan Pengadilan Tinggi Bali. Sebagai warganegara yang taat hukum, dia menilai putusan ini adalah hasil yang adil.

“Kita sebagai warganegara yang patuh dan taat terhadap hukum tentu sangat menghormati putusan dari Pengadilan Tinggi. Apalagi menurut pendapat saya putusan tersebut sudah sangat adil, isi putusannya mengadili menguatkan putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor : 1104/Pdt.Y/2023/PN tanggal 22 Juli 2024,” katanya

Di tengah perdebatan, Nyoman Suarsana Hardika menegaskan bahwa penggugat tidak mampu membuktikan tuduhan cacat administrasi terhadap sertifikatnya. “Pengadilan telah menunjukkan bahwa tuduhan itu tidak benar. Jika ada yang merasa sertifikat ini cacat, buktikan di pengadilan,” tegasnya, memperlihatkan keyakinan seorang pengusaha kuliner yang telah berjuang untuk haknya.

Merujuk pada pasal 20 ayat 1 Undang-Undang No 4 Tahun 1996, disana disebutkan Hak Milik adalah Hak Turun Temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. “Saya adalah pemilik sah SHM 1565. Jika ada yang menganggapnya cacat, silakan buktikan,” tambahnya dengan nada percaya diri.

“Jadi berdasarkan Undang-Undang ini jelas saya adalah pemilik sah terhadap SHM 1565 Desa Sumerta Kelod. Kalau ada yang berasumsi bahwa sertipikat cacat administrasi, kenapa tidak dibuktikan saja di pengadilan? Dan tentu kemarin sudah ada pihak yang keberatan terhadap perjanjian yang digunakan untuk balik nama SHM ini tetapi hasilnya kan tidak diterima oleh Pengadilan Negeri Denpasar dan Pengadilan Tinggi Bali,” bebernya.

“Mungkin saya akan bertanya balik kepada pihak yang menyebut SHM yang saya miliki cacat administrasi. Apakah mereka memiliki dasar hukum terhadap tanah tersebut?,” tanya Nyoman Suarsana Hardika.

Di tengah komentar miring adanya pihak yang mengatakan bahwa putusan Pengadilan Negeri Denpasar sebelumnya hanya sebuah pepesan kosong, Nyoman Suarsana Hardika dengan tegas mempertanyakan apakah pengadilan, lembaga terhormat negara, menjual pepesan kosong? Ia mengingatkan bahwa keputusan pengadilan harus dihormati oleh setiap warga negara.

“Sebelumnya saya mau nanya, emangnya pengadilan yang merupakan lembaga terhormat yang dimiliki negara menjual pepesan kosong? Tentu kami sangat menyayangkan pernyataan tersebut karena putusan pengadilan berlaku bagi setiap warga negara termasuk kita dan harus dipatuhi dan dihormati,” tegasnya mengingatkan.

Saat ditanya bagaimana langkah atau kesiapannya apabila sengketa ini berlanjut ke tingkat Kasasi atau nantinya sampai di tingkat Peninjauan Kembali, Nyoman Suarsana Hardika menegaskan bahwa dirinya siap mengikuti setiap proses hukum yang berlaku hingga tuntas.

“Tentu pihak kami sangat siap karena kami sangat yakin hukum di Indonesia ini pasti akan memutuskan seadil-adilnya,” tegasnya dengan penuh keyakinan.

Setelah terbitnya putusan Pengadilan Tinggi ini, Nyoman Suarsana Hardika menyampaikan harapan terhadap tanahnya di Badak Agung. Dia berharap agar semua pihak yang membangun di atas tanahnya segera memindahkan bangunannya.

“Saya sebagai pemilik sah tanah tersebut berdasarkan SHM ini kami menghimbau supaya semua yang membangun di tanah tersebut segera memindahkan bangunannya. Diikarenakan di dalam pembangunan tersebut saya selaku pemilik tidak pernah memberi izin tidak pernah mengontrakkan tanah tersebut. Apabila himbauan ini diabaikan tentu karena negara ini negara hukum akan kita tindak lanjuti sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” pungkasnya.

Kuasa hukum Nyoman Suarsana Hardika, Made Dwiatmiko Aristianto, menegaskan bahwa sertifikat tersebut dikeluarkan secara sah oleh Badan Pertanahan Nasional.

“Sertifikat ini sudah resmi atas nama klien kami dan diterbitkan oleh BPN, jadi jelas sah. Jika ada yang mengklaim cacat administrasi, silakan dibuktikan di pengadilan,” jelas Miko, sapaan akrabnya.

Pengacara muda ini pun mengingatkan kepada pemilik bangunan di atas lahan kliennya agar segera melakukan pengosongan. Sebab, lanjutnya, pembangunan di atas lahan tersebut tanpa izin dari Nyoman Suarsana selaku pemilik lahan yang sah.

Miko menambahkan bahwa pihaknya akan mengambil langkah hukum jika himbauan tersebut diabaikan. “Di tanah itu ada bangunan yang didirikan tanpa izin dari pemilik sah. Kami sudah mengimbau agar lahan tersebut dikosongkan. Jika imbauan ini diabaikan, kami akan mengambil langkah pidana, karena ini merupakan penyerobotan,” tegasnya.

Dengan semangat yang tak pernah pudar, Nyoman Suarsana Hardika dan tim hukumnya bersiap untuk melanjutkan perjuangan demi keadilan dan hak yang sah. (wid)