Hari ini, Rabu, 4 September 2024, raina Buda Wage Warigadian, sasih Ketiga, Icaka 1946. Raina Buda Wage, lazim “dirayakan” dalam “aed” bhakti puja syukur ke hadapan Ida Sang Hyang Parama Kawi atas limpahan kesejahteraan yang diberikan berbasis “yasa kerthi” karma baik dan ketekunan dalam menjalankannya.
Tradisi masyarakat berbasis spiritualitas, menjunjung tinggi etika dan moral, takut melanggar hukum dan merasa malu, jika berada di jalan yang menyimpang dari jalan Dharma.
Prinsip, nilai kehidupan yang mesti dikunjungi tinggi, dilestarikan, tahan berhadapan dengan “dasa muka” godaan, dalam krisis peradaban yang bercirikan: pertama, etika publik diwacanakan tetapi dalam waktu bersamaan dilanggar habis-habisan, dicarikan nalar pembenaran (yang sudah tentu tidak benar) tanpa rasa bersalah dan rasa malu. Kedua, “rule of law”, tegaknya aturan hukum, “equal before the law”, kesamaan warga di hadapan hukum dikumandangkan, tetapi dalam realitasnya berlaku pemeo: “hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas”, terjadi komersialisasi hukum, mafia pradilan. Pemeo lama tetap berlaku: KUHP (Kasi Uang Habis Perkara). Ketiga, korupsi yang “dipertontonkan”,,dan bahkan “dirayakan”, dengan rasa bangga tanpa rasa malu. Prilaku korupsi dianggap sebagai hal biasa, busines as usul, dan telah menjadi “budaya”. Daya rusaknya luar biasa: lingkungan alam rusak parah, ketidakadilan ekonomi “menganga lebar”, menunggu waktu saja untuk “meledak” secara sosial.
Dalam fenomena sosial “keras” seperti tsb.di atas, peran pemimpin sebagai panutan, pemberi suri teladan, pembawa harapan, pencipta masa depan, dengan karakter kenegarawanan menjadi amat sangat penting. Tidak mudah memang untuk melahirkan pemimpin dengan kualifikasi tsb.diatas, tetapi bukan berarti tidak mungkin. Kepemimpinan dan pemimpin yang karena perannya menjadi penyelamat peradaban.Dalam refleksi raina Buda Wage Warigadian hari ini, kita bisa menyimak nasihat Rama kepada adiknya Bharata sebelum naik tahta sebagai raja, dalam Itihasa Ramayana.
“Nihan kramaning sang Ananda rat,
Awakta rumuhun warah ring ayu,
Telasta mepageh malem agama,
Teka rikang mantri tumut”.
Pesan moralnya, persyaratan seorang pemimpin, buat diri sang pemimpin “nemu” rahayu, melalui pelaksanaan teguh ajaran agama, yang membuat tim kerja menjadi setia.

Jro Gde Sudibya, intelektual Hindu, penulis buku Agama Hindu dan Kebudayaan Bali.