Foto: Studi tiru Sekretariat Dewan (Setwan) DPRD Bali bersama Forum Wartawan Dewan (Forward) DPRD Provinsi Bali pada Kamis, 22 Agustus 2024 di Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta.

Jakarta (Metrobali.com)-

Dalam upaya memahami lebih dalam bagaimana mengatasi persoalan air sungai dan tantangan banjir yang mengintai, Sekretariat Dewan (Setwan) DPRD Bali bersama Forum Wartawan Dewan (Forward) DPRD Provinsi Bali melakukan sebuah perjalanan penting. Pada Kamis, 22 Agustus 2024, rombongan ini berangkat menuju Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta, membawa misi besar: mempelajari penataan aliran sungai sebagai upaya untuk mengatasi masalah air yang sering kali menghantui wilayah Jakarta.

Dipimpin oleh Kadek Putra Suantara, Kasubag Tata Kepegawaian, Humas, Protokol Sekretariat DPRD Bali, serta didampingi oleh Ketua Forwad DPRD Bali, Made Arnyana, rombongan ini juga terdiri dari puluhan wartawan yang biasa meliput di lingkungan DPRD Bali.

Sambutan hangat dari Nugraha Riyadi, Kepala Pusat Data dan Informasi Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta, yang juga bertindak sebagai Plh Sekretaris Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta, menandai dimulainya pertukaran ilmu yang sangat berharga ini.

Nugraha memulai dengan penjelasan mendalam mengenai kondisi Jakarta yang unik, di mana 13 aliran sungai dari hulu bermuara di ibu kota ini. Namun, pengelolaan sungai-sungai ini sebagian besar masih berada di bawah kewenangan pemerintah pusat, sementara pemerintah daerah DKI Jakarta hanya berwenang untuk mengelola dan mengeruk lumpur di sungai tersebut.

Jakarta, yang kini menjadi daerah tangkapan air dari hulu, menghadapi tantangan besar karena penurunan permukaan tanah yang membuat air laut lebih tinggi dari daratan, terutama di wilayah utara Jakarta. Inilah yang menyebabkan ancaman banjir rob menjadi semakin nyata.

Selain itu, perubahan tata guna lahan yang cepat di Jakarta, ditambah dengan pertumbuhan populasi dan pembangunan yang pesat, membuat tantangan penanganan banjir semakin kompleks. “Jakarta dilalui oleh 13 sungai, dan dengan intensitas hujan yang tinggi serta sebagian wilayah yang berada di bawah permukaan laut, banjir menjadi ancaman yang tak terhindarkan,” jelas Nugraha.

Ia juga mencatat, meski jumlah RW yang terdampak banjir menurun dari 925 di tahun 2020 menjadi 357 pada tahun berikutnya, tantangan ini masih jauh dari selesai.

Strategi pemerintah DKI Jakarta dalam menangani banjir pun dijabarkan dengan rinci, meliputi tiga tahap: prabanjir, saat banjir, dan pascabanjir. Di tahap prabanjir, mereka melakukan pengurasan dan pengerukan waduk, serta perawatan pompa dan pompa mobile.

Saat banjir melanda, pompa-pompa ini dioperasikan untuk mengendalikan air, sementara setelah banjir surut, berbagai pihak terkait bergotong royong membersihkan sisa-sisa banjir.

Nugraha menambahkan, Pemprov DKI Jakarta kini menerapkan pendekatan Nature-Based Solutions (NBS) untuk pengendalian banjir, sebuah solusi yang mengembalikan pengelolaan air ke tangan alam.

“Dengan pendekatan yang kembali ke alam, sudah saatnya NBS diterapkan dalam proyek-proyek infrastruktur,” ujarnya, sembari menegaskan bahwa Pemprov DKI Jakarta juga telah memiliki peta jaringan saluran drainase yang lengkap. Jakarta bahkan menggunakan sistem polder, sebuah cara untuk memompa genangan air agar bisa dibuang ke laut.

Setelah menyimak pemaparan yang begitu mendalam, Kasubag Tata Kepegawaian, Humas, Protokol Sekretariat DPRD Bali Kadek Putra Suantara menyampaikan harapannya agar studi tiru ini menjadi masukan berharga bagi Bali dalam menata aliran sungai dan menangani banjir, meski ancaman banjir di Bali tidak sebesar di Jakarta.

Namun, di beberapa daerah perkotaan seperti Denpasar dan Badung, banjir masih menjadi persoalan yang perlu diantisipasi dengan serius, mengingat ada beberapa titik di mana banjir kerap terjadi setiap tahun.

“Ini adalah kesempatan bagi kita untuk belajar dan membawa pulang pengetahuan yang bisa menjadi masukan bagi pemerintah daerah. Dengan informasi yang disampaikan oleh teman-teman media, kami berharap pengelolaan sungai dan penanganan banjir di Bali bisa lebih optimal,” kata Kadek Putra.

“Kami tentu mendapatkan hal positif untuk dibawa pulang ke Bali guna memberikan masukan kepada Pemerintah Provinsi Bali,” sambungnya dengan penuh harap.

Kadek Putra menegaskan air sangat penting apalagi sungai yang bisa menjadi sumber bahan baku air minum, kebutuhan air untuk pertanian dan lain-lain. Di satu sisi, bicara parwisata Bali tidak terlepas dari kesadaran menjaga alam sesuai konsep Tri Hita Karana. Apalagi di Bali sedang berkembang pariwisata berbasi air dan sungai.

“Karena itu, juga tidak terlepas dari peran media untuk mengedukasi masyarakat agar ikut menjaga lingkungan,” pungkasnya.

Ketua Forum Wartawan Dewan (Forward) DPRD Provinsi Bali Made Arnyana juga menambahkan studi tiru dalam menangani persoalan banjir di DKI Jakarta ini bisa menjadi masukan berharga bagi Bali.

“Denpasar dan Badung setiap tahun saat musim hujan selalu ada banjir dan genangan air seperti di kawasan Kuta Kabupaten Badung hingga di kawasan Pulau Demak Kota Denpasar,” ujar Arnyana.

Beberapa proyek pemerintah seperti sodetan sungai di Tukad Mati dan Tukad Badung juga berjalan tetapi belum cukup mampu menahan banjir karena masih ada air meluap saat musim hujan. Tantangan besar juga datang dari kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah ke sungai juga masih rendah. (wid)