Ketika Sektor Hulu Migas Menjadi Pilar Pembangunan Nasional
Jakarta, (Metrobali.com)
Mengelola sektor energi, khususnya industri hulu migas sebagai hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak dapat dimaknai sebagai meniti keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan jangka pendek dan membangun keseimbangan jangka panjang. Tentu saja, untuk keberlangsungan tersebut berbagai penyempurnaan tata kelola sektor hulu migas perlu terus dilakukan dalam rangka pemenuhan atas amanat konstitusi yaitu memperkokoh kedaulatan negara, menciptakan kemandirian ekonomi, dan memberikan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan.
Kebutuhan energi suatu negara akan berbanding lurus dengan kemajuan suatu negara. Artinya, semakin maju suatu negara maka akan semakin besar kebutuhan energinya, termasuk di dalamnya kebutuhan akan minyak dan gas bumi (migas). Sifatnya yang terbatas dan tak terbarukan telah menjadi sumber daya energi migas menjadi salah satu komoditas vital yang bernilai sangat strategis serta memiliki andil besar terhadap tingkat ketahanan nasional.
Oleh karenanya, pengusahaan dan pemanfaatannya merupakan refleksi dari deklerasi kedaulatan bangsa yang harus dijaga keberlangsungan dan sustainabilitasnya serta tidak boleh dieksploitasi untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi jangka pendek semata.
Dalam perspektif pembangunan nasional, energi merupakan salah satu modal atau pilar pembangunan yang perlu terus dikembangkan sebagai salah satu kekuatan nasional untuk meningkatkan keamanan dan kesejahteraan rakyat.
Dengan konsepsi ini, pemerintah menempatkan negara (SKK Migas) sebagai penanggung jawab utama pengelolaan dan pemanfaatan energi migas guna mewujudkan ketahanan dan sustainabilitas energi nasional.
Agar hal tersebut dapat terwujud, perlu menjadi perhatian serius, seperti ketersediaan dan kemampuan untuk memberikan jaminan pasokan energi, aksesibilitas, kemampuan untuk mendapatkan energi yang ditentukan oleh ketersediaan infrastruktur energi, dan daya beli.
Produksi Satu Juta Barel
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) yang saat ini sudah berusia 22 tahun, dan sebagai regulator mentargetkan produksi 1 juta barel minyak per hari (BOPD) dan 12 miliar kaki kubik gas per hari (BSCFD) pada tahun 2030, memberikan dampak positif pada pengembangan industri hulu migas di Indonesia.
Realitas tersebut tak lepas dari adanya perbaikan sistem fiskal dan perpajakan yang diberikan oleh pemerintah yang berdampak pada peningkatan nilai daya saing investasi hulu migas Indonesia yang terus meningkat.
Peningkatan tersebut berdampak signifikan pada lanskap investasi hulu migas, yang mengalami pertumbuhan pesat dalam beberapa tahun terakhir.
Mengutip data SKK Migas tahun 2023 menunjukkan bahwa peningkatan investasi mencapai US$ 13,7 miliar, meningkat 13% dari tahun 2022. Angka ini tidak hanya melampaui target rencana jangka panjang SKK Migas sebesar 5%, tetapi juga melebihi tren investasi global.
Untuk tahun 2024 ini, rencana investasi ditetapkan sebesar US$ 16,1 miliar, menandakan peningkatan 18% dari realisasi tahun 2023. Hal ini sejalan dengan meningkatnya aktivitas program kerja berkelanjutan di sektor ini. Dengan meningkatnya investasi di hulu migas, program kerja seperti pengeboran, workover, dan well service juga meningkat sejak tahun 2021.
Peningkatan investasi juga berdampak positif pada kegiatan eksplorasi. Nilai investasi eksplorasi hulu migas naik dari US$ 0,54 miliar pada tahun 2020 menjadi US$ 0,93 miliar pada tahun 2023. Kenaikan ini berkontribusi pada penemuan besar seperti Geng North dan Layaran, yang termasuk dalam lima penemuan terbesar dunia pada tahun 2023.
Dengan adanya temuan-temuan cadangan besar (giant discoveries) tersebut di tahun 2023 dan juga di tahun 2024 pada sumur Tangkulo-1 di WK (Wilayah Kerja) South Andaman sebesar 2 TCF, SKK Migas berkomitmen untuk mendorong percepatan proses on stream temuan-temuan tersebut, memastikan bahwa mereka dapat segera berkontribusi pada produksi migas nasional secepat mungkin.
Untuk menjaga momentum positif ini, SKK Migas terus melakukan evaluasi terhadap rencana jangka panjang dan melaksanakan berbagai upaya percepatan proses. SKK Migas memprioritaskan evaluasi dan penyempurnaan strategi perencanaan jangka panjang untuk memastikan tujuan organisasi selaras dengan kondisi lokal dan global yang dinamis.
Oleh karena itu, SKK Migas perlu adaptif dengan kondisi yang dinamis tersebut, karena saat ini industri hulu migas masih menghadapi berbagai tantangan kompleks yang menghambat efisiensi dan perkembangan sektor ini dalam implementasi pemenuhan target 1 juta BOPD dan 12 BSCFD gas di tahun 2030.
Proses persetujuan lingkungan seperti UKL/UPL dan Amdal serta perizinan lahan pertanian berkelanjutan (LP2B) masih memakan waktu cukup lama. Tantangan lainnya termasuk perizinan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (KKPRL), tarif KKPRL yang berlaku surut, dan keterbatasan penyediaan tubing.
Infrastruktur gas yang belum terhubung sepenuhnya menyebabkan kelebihan pasokan gas tidak bisa disalurkan dengan baik.
Isu sosial dan lingkungan seperti perambahan di area hulu migas dan permintaan ganti rugi atas tanah di kawasan hutan juga menjadi kendala. Aktivitas pengeboran ilegal menyebabkan kehilangan potensi produksi yang signifikan, sehingga diperlukan penertiban dan penerapan hukuman pidana untuk efek jera.
Tentu saja seluruh pemangku kepentingan industri hulu migas di Indonesia diharapkan dapat bekerja sama untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut guna meningkatkan efisiensi, memastikan keberlanjutan, dan mendukung pengembangan industri ini kedepannya.
UU Migas Saatnya Direvisi
Untuk memberikan garansi terealisasinya target pemerintah (SKK Migas) lifting minyak hingga 1 juta barel perhari, UU 22 Tahun 2001 Tentang Migas saatnya direvisi. Tentu saja tujuannya untuk memberikan berbagai kemudahan baik operasional maupu peluang masuknya investasi di industri hulu migas.
Mengutip data SKK Migas, capaian lifting minyak dalam negeri sebanyak 605.500 barel minyak per hari. Angka tersebut, tidak sesuai dengan target nasional 2023, yakni sebesar 660 ribu barel minyak per hari.
Padahal, negara sangat bergantung pada sektor hulu migas dan berharap agar penghasilan sektor minyak dan gas dapat berkontribusi positif bagi pemenuhan devisa negara. Oleh karena itu, sudah saatnya untuk melakukan sejumlah perubahan, salah satunya dengan merevisi UU Migas, yang sudah berlaku sejak 23 tahun silam.
Lobi politik menjadi keharusan, karena belum kuatnya payung hukum terkait migas menyebabkan para pelaku usaha atau kontraktor migas menjadi kesulitan untuk membangun dan mengembangkan industri hulu migas di Tanah Air. (son/RED-MB)