Buleleng, (Metrobali.com)

Proses gugatan dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Singaraja oleh 11 warga kesepekang terhadap Kelian dan Prajuru Desa Adat Banyuasri telah mencapai final. Dimana putusan yang ditetapkan majelis hakim menegaskan Proses Ngadegang atau pemilihan Kelian Desa Adat Banyuasri dinyatakan Sah Menurut Hukum.

Setelah proses persidangan yang berlangsung hampir setahun, pihak tergugat Desa Adat Banyuasri memenangkan peradilan melawan 11 warga kesepekang. Selanjutnya pada Minggu, 23 Juni 2024 di Balai Wantilan Desa Adat Banyuasri dilaksanakan paruman agung oleh warga Desa Adat Banyuasri atas putusan tersebut. Kesepakatannya adalah melaksanakan sanksi kanorayang terhadap 11 warga tersebut.

Paruman agung yang dilaksanakan dihadiri oleh seluruh warga adat masyarakat banyuasri, yakni krama Negak, krama Ngampel dan krama Nyade serta dihadiri juga dari Tim Pengacara Desa Adat Banyuasri yang mendampingi proses gugatan di PN Singaraja yaitu dari Kantor INS &Rekan.

Kelian adat terpilih Nyoman Mangku Widiasa mengungkapkan kanorayang terhadap 11 warga tersebut akan tetap dilaksanakan meskipun nantinya mereka tidak menyetujui keputusan sah dari pengadilan negeri Singaraja dan menyatakan banding.

Menurut mangku widiasa,11 warga tersebut selama Kasepekang tidak berhak untuk mendapatkan hak dan kewajiban sebagai warga adat.

“4 orang diantaranya tidak berhak lagi menempati tanah pelaba desa, hingga sanksi kanorayang diberikan kepada warga tersebut. Karena kesempatan yang diberikan oleh adat selama 105 hari atau 3 bulan kalender Bali tidak diindahkan, hingga meningkat kepada sanksi kasepekang. Pada proses inipun 11 warga tersebut tidak mengindahkan, bahkan menggugat Prajuru Adat Desa Banyuasri yang berujung kalahnya gugatan mereka di Pengadilan Negeri Singaraja hingga sanksi kanorayang diberlakukan.

Namun Mangku widiasa menyebut Kedepan pihaknya tetap menerima 11 warga tersebut jika ingin kembali lagi ke desa adat, namun keputusan tetap mengacu pada awig dan hasil paruman. GS