Ilustrasi

Hari ini Rabu, 12 Juni 2024, raina Buda Kliwon Ugu, sasih Jiestha Mala, Icaka 1946, puja wali ring Pura Bale Agung Taro/Pura Gunung Raung. Mengenang jejak perjalanan panjang Rsi Markandya, yang memilih Desa Taro sebagai terminal perjalanan (rokhani) sebelum “lebar nyujuh sunya loka”, di Taro ( yang dimaknai sebagai “palebahan” yang memenuhi persyaratan ategepan kayun sang Rsi, dalam perjalanan “terakhirnya”).

Totalitas karma dan Dharma Sang Rsi, melahirkan taksu kepemimpinan yang nyaris abadi di pulau Bali, “pulau di mana seluruh warganya berciri utama “mebanten”.
Taksu kepemimpinan yang berasal dari totalitas pengabdian buat pulau yang begitu dicintainya, yang melahirkan prilaku mulya, menjadi “sesuluh”, “titi pengancang”, “sifat siku” bagi krama di Pulau Dewata, yang antara lain bercirikan, pertama, keteguhan kuat dalam pilihan kehidupan,rawe-rawe rantai malang-malang putung “buat pulau yang begitu dicintainya. Kedua, semenjak “perjalanan” dari Ubud – Lungsiakan – Pucak Payogan – Kadewatan – Tanggayuda – Melinggih Kaja – Payangan – Kertha – Bayung Gede – Penelokan – menuju Giri Toh Langkir, “mendem” Panca Datu” di tempat yang kemudian di sebut “pengambal-ambal”, sekarang berdiri Pura Basukhian, “perjalanan” kehidupan adalah kemuliaan kehidupan, yang melekat pada diri seorang pemimpin. Menjadi suri teladan bagi para pengikutnya, meninspirasi, tamsilnya “tak lelang oleh panas dan tak lapuk oleh hujan”, bagi generasi yang lahir kemudian. Ketiga, hidup dan juga Dharma kepemimpinan adalah modal melekat untuk mencapai kebebasan diri – Mahardika-, “nyujuh sunya loka”, dalam pengertian sekarang kebebasan rohani, Moksha.

Jro Gde Sudibya, pendiri, sekretaris LSM Kuturan Dharma Budaya.