Ilustrasi

Hari ini, Selasa, 28 Mei 2024, raina Anggarkasih Prangbakat, sasih Sadha, Icaka 1946. Ditemukan piodalan di banyak Pura, yang pengemponnya punya jejak historis “kesatria karma”, kesatria karena perbuatan, berani “nindihin gumi lan kepatutan” dalam perubahan “Desa, Kala,Patra”.

Dalam konteks sekarang, berani mengakui bahwa Bali “tidak sedang baik-baik saja”, penuh tantangan, yang harus diselamatkan: Alam, Manusia dan Kebudayaan. Alam karena proses pengrusakan, Manusia, mengalami kegagapan budaya dalam menghadapi perubahan, Kebudayaan, mengalami degradasi yang amat sangat serius.
Ke depan, diperlukan pemikiran pembangunan Bali Berkelanjutan, berkelanjutan dalam artian: terselamatkatnya:Alam, Manusia dan Kebudayaannya. Terselamatkan oleh siapa?. Oleh krama Bali sendiri, pendukung utama peradaban dan kebudayaan Bali.
Pembangunan Bali Berkelanjutan -Bali Sustainable Development-, dihadapkan pada tantangan nyata, KRISIS, akibat konflik berkelanjutan -trade off- antara sebut saja Sosialisme Religius yang telah mentradisi dengan Kapitalisme Sekuler, terutama yang dibawa oleh kapitalisme dalam industri pariwisata, kapitalisme pariwisata.
Sosialisme religius, yang telah “berurat-berakar” menjadi tradisi dengan ciri umumnya: masyarakatnya yang religius, membangun sistem sosial kehidupan yang bercirikan kebersamaan, pada dasarnya berkeadilan, “paras-paros sarpanaya”.
Pada kontras lainnya, lahir prilaku yang semakin umum Kapitalisme Sekuler, dengan cirinya: motif utama kehidupan adalah mencari laba -profit motives- nyaris abai kepada nilai spiritualitas -ke NISKALA an. Dengan konsekuensi, menyebut beberapa, tanah nyaris menjadi sebatas komoditas yang diperjuangkan belikan, induvidualisme sangat menonjol, menggusur rasa solidaritas sosial, proses berkebudayaan menjadi semakin dangkal, tunduk kepada mekanisme pasar sekadar jual-beli.
Tantangan untuk Bali ke Depan, di tengah “puja-puji” terhadap keunikan dan keunggulan Bali, hanya sebatas komoditas menyenangkan bagi para turis, yang barangkali di tempat asalnya mereka telah kehilangan kearifan lokalnya.

Jro Gde Sudibya, pendiri, sekretaris LSM Kuturan Dharma Budaya.