Ahok Datang, Siapa Meradang?
Jakarta, (Metrobali.com)
Meski belum melakukan pendaftaran sebagai calon gubernur (Cagub) di Sumatera Utara (Sumut), nama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) hingga kini masih terus bertengger di bursa cagub. Ahok selalu masuk dalam semua skema Pilgub Sumut, baik skema 4, 3, maupun 2 pasangan calon (Paslon). Beragam reaksi publik pun muncul, baik arus bawah atau elit, dari yang optimis hingga yang pesimis. Ahok memang berbeda, dan selalu memberi warna, meski bukan “putra daerah”.
Jika semula disebut “aspirasi seorang kader”, maka kini Ahok dipertimbangkan oleh DPP PDIP sebagai Cagub Sumut. Berulang kali Eriko Sotarduga menyebut Ahok kemungkinan akan ke Sumut. Eriko menyebut “Sumut sedang tidak baik- baik saja”, sehingga butuh perubahan. Bahkan yang terbaru, Eriko menyatakan bahwa Ahok dan Djarot Saiful Hidayat (Djarot) mungkin ditugaskan ke Sumut. Kedua mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut, mungkin ditugaskan bersama- sama, mungkin juga sendiri- sendiri.
Meski tahapan dan jadwal Pilkada belum masuk pendaftaran Paslon di KPU, namun para kandidat sudah wara- wiri melakukan pendaftaran di Parpol. Gambar wajah para kandidat pun kini mulai bertebaran, dari yang “memang lain hingga agak lain”. Dari yang mendaftar ke sebagian Parpol maupun ingin memborong semua Parpol. Aroma kepanikan pun muncul, sebab PDIP memastikan bahwa tidak akan ada Paslon tunggal di Pilgub Sumut. PDIP menjadi penghalang “pesta Paslon tunggal”, Ahok merusak skenario Pilkada rasa Pilpres demi “anak mudah”.
Kandidat yang mendaftar ke semua Parpol bukan karena percaya diri, namun justru sebaliknya, karena tidak percaya diri, panik dan kuatir. Syarat minimum jumlah kursi Parpol pengusung di Pilgub Sumut, adalah 20 dari 100 kursi. Maka kandidat yang kuat, percaya diri, cukup mendaftar ke satu atau dua Parpol saja. Kandidat yang menghindari Pilgub Sumut dengan Paslon banyak, adalah kandidat yang tidak yakin dapat “menang mudah”. Parpol (kecuali PDIP) akan disandera (kembali) dengan berbagai cara persis seperti saat Pilpres yang baru lalu.
Sebelum nama Ahok muncul, para kandidat percaya diri menghadapi Pilgub Sumut. Terutama karena para kandidat adalah “pemain lokal”, yang sudah saling mengenal. Namun sejak nama Ahok yang merupakan tokoh nasional, dan lebih tepat sebagai Capres muncul, para kandidat pun tak lagi jumawa. Mereka tahu bahwa Ahok bukan “kandidat biasa”, meski bukan putra daerah. Ahok memiliki pesona dan daya pikat, meski spanduk, baliho, dan kaos bergambar wajahnya belum disebar di jalan raya. Ahok memberi rasa, Ahok memberi warna, Ahok berbeda, dan Ahok telah menjadi rujukan atau standard kepala daerah.
Sutrisno Pangaribuan
Fungsionaris PDIP