Wamenkeu Ungkap Risiko 10 Juta Gen Z di RI Nganggur
Jakarta, (Metrobali.c0m)
Pemerintah mengkhawatirkan terganggunya penerimaan negara akibat hampir 10 juta Gen Z menganggur. Pasalnya, jumlah anak muda yang menganggur diterjemahkan sebagai risiko yang bisa menekan potensi pajak ke depannya.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, ini karena peranan masyarakat dalam dunia kerja sangat berpengaruh terhadap pendapat atau daya beli mereka.
Selain itu, bila masyarakat produktif tidak memperoleh pendapatan, setoran penerimaan negara bisa saja terganggu ke depan, salah satunya dalam bentuk pajak penghasilan atau PPh.
“Karena itu kita menginginkan suruh elemen masyarakat bisa aktif di dalam dunia kerja, sehingga bisa menghasilkan pendapatan, terus juga bisa menghasilkan penerimaan buat kesejahteraan dia sendiri,” kata Suahasil di Graha CIMB Niaga, Jakarta, Jumat (17/5/2024).
Oleh sebab itu, Suahasil memastikan bahwa pemerintah akan terus memantau perkembangan serapan tenaga kerja dari waktu ke waktu.
Namun, ia tak mengungkapkan bentuk dukungan apa yang tengah disiapkan pemerintah demi mendorong masyarakat produktif itu bisa cepat masuk dunia kerja.
“Jadi memang harus ada pantauan yang dilakukan secara terus-menerus dan continue. Memantau terus situasi perekonomian seperti apa termasuk di pasar kerja di masyarakat dan lainnya,” ujar Suahasil.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pada 2023 terdapat sekitar 9,9 juta penduduk usia muda (15-24 tahun) tanpa kegiatan atau youth not in education, employment, and training (NEET) di Indonesia.
Kebanyakan dari mereka adalah Gen Z yang harusnya tengah di masa produktif. Gen Z merupakan generasi yang lahir pada 1997-2012. Mereka sekarang berusia 12-27 tahun.
Persentase penduduk usia 15-24 tahun yang berstatus NEET di Indonesia mencapai 22,25% dari total penduduk usia 15-24 tahun secara nasional.
BPS mendefinisikan NEET sebagai penduduk usia 15-24 tahun yang berada di luar sistem pendidikan, tidak sedang bekerja, dan tidak sedang berpartisipasi dalam pelatihan. Hal ini mengindikasikan adanya tenaga kerja potensial yang tidak terberdayakan.
Kemudian, menurut BPS, ada berbagai alasan yang membuat anak muda masuk ke kelompok ini, seperti putus asa, disabilitas, kurangnya akses transportasi dan pendidikan, keterbatasan finansial, kewajiban rumah tangga, dan sebagainya.
Pada 2023 ada sekitar 5,73 juta orang perempuan muda yang tergolong NEET. Proporsinya 26,54% dari total penduduk perempuan usia 15-24 tahun.
Sementara kelompok laki-laki muda yang tergolong NEET ada sekitar 4,17 juta orang. Proporsinya 18,21% dari total penduduk laki-laki usia 15-24 tahun.
BPS menilai, angka NEET yang lebih tinggi di kalangan perempuan dapat mengindikasikan banyaknya keterlibatan perempuan di kegiatan domestik seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah, dan sebagainya.
Pekerjaan rumah tangga tersebut dinilai dapat menghalangi perempuan muda untuk melanjutkan sekolah atau memperoleh keterampilan kerja.
Pada tahun 2023 penduduk usia muda tanpa kegiatan atau NEET Indonesia lebih banyak berada di perdesaan dengan proporsi 24,79%, sedangkan di perkotaan 20,40%.
Setoran Pajak RI
Sebagai informasi, penerimaan pajak pada kuartal I-2024 anjlok dipicu turunnya setoran sejumlah jenis pajak. Namun, di tengah kondisi itu, masih ada jenis pajak yang tumbuh positif hingga membuat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati senang.
Total setoran pajak secara keseluruhan pada kuartal I-2024 atau hingga Maret 2024 hanya sebesar Rp 393,3 triliun. Realisasi penerimaan pajak itu turun hingga sebesar 8,8% bila dibandingkan angka pada kuartal I-2023 yang sebesar Rp 431,9 triliun.
Di tengah turunnya setoran pajak secara total, jenis pajak yang tergolong pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 masih tumbuh kuat secara neto, yakni 25,9% atau lebih tinggi dari pertumbuhan setoran PPh 21 periode yang sama tahun lalu sebesar 21,7%.
“Kita cukup gembira dengan perkembangan positif ini,” kata Sri Mulyani saat konferensi pers APBN edisi April 2024 di kantornya, Jakarta, Jumat (26/4/2024).
Masih tumbuh tingginya setoran PPh 21 itu menurutnya menandakan bahwa serapan tenaga kerja di Indonesia masih sangat baik, diikuti dengan baiknya kondisi penghasilan atau gaji yang diterima para pegawai di Tanah Air.
“Ini refleksi dari situasi ekonomi untuk PPh 21 yang merupakan pajak karyawan. PPh orang pribadi positif jadi dari sisi masyarakat penerima gaji dan orang pribadi positif,” ucap Sri Mulyani.
Selain PPh 21, PPh Final juga tumbuh lebih tinggi dari tahun lalu. Pada kuartal I-2024 tumbuh sebesar 13,1% lebih tinggi dari kuartal I-2023 yang tumbuh hanya 1%. Terutama disebabkan meningkatnya setoran PPh atas bunga deposito atau tabungan, dan jasa konstruksi.
Jenis pajak lainnya juga masih ada yang tumbuh positif, namun lebih lambat dari tahun lalu. Misalnya PPh 22 impor yang hanya tumbuh 2,3% pada paruh pertama tahun ini sedangkan periode yang sama tahun lalu tumbuh 2,6%.
PPh Orang Pribadi tumbuh 9,2% dari sebelumnya 12,7%. Demikian juga dengan PPh 26 yang tumbuhnya hanya sebesar 1,6% jauh lebih rendah dari kondisi kuartal I-2023 yang tumbuh hingga sebesar 37,8%.
Sumber : CNBC Indonesia