Licin Bagai Belut saat Ditangkap, Turis Wanita Jerman Akhirnya Dideportasi Gegara Overstay 260 Hari
Denpasar (Metrobali.com) –
Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar mengambil langkah tindakan administratif keimigrasian dengan melakukan deportasi terhadap seorang perempuan WNA Jerman berinisial BK (33).
Terungkap, BK diketahui sulit ditangkap seperti licin seperti belut karena hidup berpindah – pindah dari satu tempat ke tempat yang lain (nomaden).
“Memang kita kesulitan saat menemukannya, saat ketemu dia pindah pindah,” ungkap Tedy Riyandi, Kepala Kantor Imigrasi, Denpasar, Kamis 22 Februari 2024.
Diketahui, BK masuk ke wilayah Indonesia pada April 2023 dengan visa kunjungan (VKSK) yang telah kedaluwarsa, atau overstay, selama 260 hari.
Informasi tentang keberadaan BK diperoleh dari laporan masyarakat dan ditindaklanjuti dengan pengawasan keimigrasian.
“BK datang ke Bali untuk berlibur dan tidak bekerja saat ini,” imbuh Tedy.
BK, yang lupa akan kewajibannya membayar biaya overstay, sulit ditemukan karena sering pindah-pindah tempat.
Namun, akhirnya perempuan ini berhasil ditangkap di wilayah Ubud, kabupaten Gianyar dan ditahan selama dua hari di Rumah Detensi Imigrasi Denpasar.
Kemudian dilakukan pendeportasian kepada yang bersangkutan melalui Bandara I Gusti Ngurah Rai dengan rute penerbangan Denpasar-Taipei-Frankfurt oleh China Airlines pada Kamis, 22 Februari 2024, pukul 15.45 WITA.
Atas pelanggarannya, BK akan dikenakan Pasal 78 Ayat 3 Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian, yang mengatur tentang tindakan administratif keimigrasian berupa deportasi dan penangkalan bagi orang asing pemegang izin tinggal yang telah kedaluwarsa dan masih berada di Indonesia lebih dari 60 hari.
Selain dideportasi BK juga masuk dalam daftar penangkalan. Kantor Imigrasi mengimbau masyarakat di Provinsi Bali untuk proaktif dalam memantau dan melaporkan pelanggaran yang dilakukan oleh WNA kepada pihak yang berwenang.
Selain itu, kepada semua WNA yang berkunjung ke Bali, diimbau untuk selalu menghormati hukum dan nilai budaya masyarakat setempat. (Tri Prasetiyo)