Tembok Pembatas dan Papan Nama Kepemilikan Tanah di Badak Agung Dibongkar Paksa, Nyoman Suarsana Hardika Laporkan ke Polresta Denpasar, Berharap Pelaku Segera Ditangkap
Foto: Made Dwi Atmiko Aristianto (foto kanan atas) selaku kuasa hukum dari Nyoman Suarsana Hardika. Kondisi tembok pembatas tanah di Badak Agung, Denpasar kini digaris polisi (foto bawah).
Denpasar (Metrobali.com)-
Upaya pengusaha Nyoman Suarsana Hardika alias Nyoman Liang Tanah untuk mengelola tanah hak miliknya di Jalan Badak Agung, Desa Sumerta Kelod, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar masih terus mendapatkan perlawanan pihak tertentu yang tidak punya hak dan tidak punya legalitas atas tanah tersebut.
Baru beberapa jam pihak Nyoman Suarsana Hardika melakukan penembokan batas-batas tanah seluas 6.670 meter persegi yang berlokasi di Jalan Badak Agung, Denpasar yang dibelinya secara sah dan telah keluar SHM yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Denpasar tertanggal 5 Januari 2024 serta melakukan pemasangan papan nama kepemilikan pada Rabu 17 Januari 2023, tembok pembatas dan papan nama kepemilikan tersebut langsung dibohkan dan dirusak oknum tidak bertanggung jawab dan diduga juga dilakukan dengan mengerahkan sekelompok preman.
Atas persoalan ini, Nyoman Suarsana Hardika sudah melaporkan aksi perusakan tersebut ke pihak kepolisian di Polresta Denpasar. Made Dwi Atmiko Aristianto selaku kuasa hukum dari Nyoman Suarsana Hardika menerangkan bahwa pihaknya telah melakukan penembokan di tengah adanya penolakan dari sejumlah pihak yang mengaku atas dasar laporan polisi yang mengklaim memiliki hak atas tanah tersebut.
Made Dwi Atmiko yang akrab disapa Miko menerangkan bahwa tembok yang baru dibangun tersebut awalnya masih utuh, akan tetapi keesokan harinya, tepatnya pada tanggal 18 Januari 2018, tembok tersebut sudah dihancurkan. Atas perusakan ini kuasa hukum Nyoman Suarsana Hardika melakukan pelaporan ke pihak berwenang dengan pasal 170 KUHP dan 406 KUHP. Disebutkan juga bahwa pihak Polresta Denpasar telah turun ke lapangan dan telah memasang garis polisi.
“Setelah kita tinggal, tembok itu masih utuh sesuai dengan apa yang sudah kita bangun, namun paginya di tanggal 18 Januari 2018, tembok-tembok itu sudah dihancurkan. Setelah penghancuran itu kita pun melakukan pelaporan polisi. Kita melaporkannya itu pasal 170 KUHP dan 406 KUHP dan setelah laporan itu pihak Polresta pun sudah turun ke lapangan memasang garis polisi,” terang Miko dalam keterangnya persnya di Legian, Kuta, Kabupaten Badung pada Selasa 23 Januari 2024.
Dalam surat tanda penerimaan laporan Nomor: STPL/24/I/2024/SPKT/POLRESTA DENPASAR/POLDA BALI disebutkan bahwa berdasarkan Laporan Polisi Nomor:LP/B/24/I/2024/SPKT/POLRESTA DENPASAR/POLDA BALI tanggal 19 Januari 2024 disebutkan Made Dwi Atmiko Aristianto telah melaporkan dugaan Tindak Pidana Pengrusakan UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 KUHP Dan Atau 406 KUHP Juncto, yang terjadi di JL BADAK AGUNG UTARA DENPASAR, RT, RW, TITIK KOORDINAT -8.659177, 115.230136, SUMERTA KELOD, DENPASAR TIMUR, KOTA DENPASAR, BALI, Hari Rabu, 17 Januari 2024 Pkl 22.00 wita, dengan Terlapor DALAM LIDIK.
Uraian kejadian pada pukul 10.00 wita Pelapor bersama teman-teman saksi dan para pekerja tembok pagar datang ke lokasi kejadian sesuai TKP setelah pemasangan tembok dan plang kepemilikan tanah. Tiba-tiba Pukul 15.30 wita banyak orang berbadan besar menghampiri dan mengalangi pembangunan tembok tersebut dan meminta pekerja-pekerja untuk merobohkan tembok yang sudah dibangun dengan bahasa “Mas kamu punya anak, sebentar kamu pulang lewat mana?.”
Setelah itu pekerja menjadi takut secara psikis karena dihampiri banyak orang yang membuat mereka bersedia membongkar setengah tembok yang telah dibangun korban sampai akhirnya Pelapor menghampiri para pekerja dan para gerombolan orang yang tidak dikenal dan pelapor meminta agar tembok yang sudah dibangun agar jangan dibongkar, tanpa seizin dan sepengetahuan Pemilik Tanah sampai akhirnya ada keributan diantar Pelapor dan gerombolan orang yang tidak dikenal tersebut. Sampai akhirnya tembok tersebut tidak jadi dibongkar.
Karena untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, Pelapor dan rekan-rekan lainnya langsung pulang dan para gerombolan orang yang tidak dikenal tersebut masih di TKP. Selanjutnya keesokan harinya pada hari Kamis, 18 Januari 2024 sekitar pukul 08.00 wita Pelapor datang ke TKP sudah mendapati pagar tembok serta plang kepemilikan tanah sudah hancur dan roboh.
Selanjutnya Pelapor melaporkan kejadian tersebut ke Pemilik Tanah dan dari Pemilik Tanah memberi Kuasa ke Pelapor untuk melaporkan kejadian tersebut ke Polresta Denpasar untuk penanganan lebih lanjut, dan dari kejadian tersebut Korban mengalami kerugian sekitar Rp.50.000.000.
Lebih lanjut kepada awak media, Miko mengungkapkan harapannya agar kasus ini bisa segera diselesaikan dan pihak-pihak yang melakukan pengerusakan atas tembok tersebut segera ditangkap. Dia juga menjelaskan bahwa saksi-saksi dan pelapor sudah diperiksa oleh pihak Polresta Denpasar.
“Kalau terkait saksi-saksi dan pelapor sudah diperiksa sama Polresta langsung. Polrestanya sudah memeriksa saksi-saksi dan ditangani oleh sub unit II,” ujarnya.
Di sisi lain, Miko, mengatakan bahwa pihak putra ke-4 dari almarhum Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pemecutan (Raja Denpasar IX) yakni AA Ngurah Mayun Wiraningrat (Turah Mayun) sebelumnya menyebutkan dasar kepemilikan mereka adalah laporan polisi, namun laporan polisi tersebut belum sampai di pihak Nyoman Suarsana Hardika sehingga belum ada pemanggilan dari pihak Polda Bali.
“Karena kita disebutnya dilaporkan itu kan di Polda Bali tetapi sampai saat ini laporan itu kita belum ada dipanggil,” tegasnya.
Dalam laporan tersebut juga disebutkan bahwa pihak Nyoman Suarsana Hardika melakukan pembatalan atas akte, yang kemudian dibantah langsung oleh pihak Nyoman Suarsana Hardika dan menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah membuat pembatalan akte tanah tersebut.
“Nanti silakan aja biar pihak mereka yang melakukan pelaporan itu yang melakukan pembuktian itu. Kalau kita tidak pernah membuat akte itu. Itu kita tidak tahu siapa yang membuat dan merekayasa itu semua. Kita selaku pembeli apa untungnya buat kita melakukan pembatalan,” urai Miko.
“Itu nanti silakan dibuktikan aja. Kami membantah bahwa kita tidak pernah membuat itu. Nanti silakan dibuktikan aja itu di kepolisian. Mereka pernah menunjukkan fotokopian isinya membatalkan akte nomor 100 dan 101,” terangnya.
Sementara pihak Turah Mayun sempat menyebut sertifikat tanah yang dipegang saat ini oleh Nyoman Suarsana Hardika adalah sertifikat abal-abal karena cacat administrasi. Lagi-lagi tuduhan ini ditepis langsung oleh kuasa hukum Nyoman Suarsana Hardika. Miko mengatakan bahwa kliennya telah mengikuti semua prosedur pembelian tanah tersebut dan bahkan telah mendapatkan sertifikat yang dikeluarkan langsung oleh pihak BPN.
“Dalam pendaftarannya itu sudah dikaji, diteliti oleh BPN itu sendiri. Abal-abalnya di mana? Apakah kita membikin sertifikatnya itu di instansi lain selain BPN? kan tidak. Ini kan murni BPN yang mengeluarkan dan dia pun sudah mengakui ini sah keluaran dari BPN. Masalah dia bilang abal-abal ya mereka harus menunjukkan dong bukti-buktinya. Mampu enggak membuktikan itu abal-abal. Dasarnya dia menyebutkan abal-abal itu apa? kita ya orang hukum jangan berbicara tanpa dasar dan tanpa bukti,” bebernya.
Miko berharap pihaknya bisa segera menduduki tanah tersebut. Apalagi pihaknya telah memiliki itikad baik untuk melakukan kewajiban seperti pelunasan pembayaran atas tanah itu.
“Harapannya kita segera bisa menduduki tanah itu, bisa menembok, mengelola tanah itu, karena kita selalu beritikad baik sudah melakukan kewajiban kita, kita sudah membayar lunas tanah itu, sertifikat sudah atas nama kita, apalagi kurangnya kan,” tuturnya.
Made Dwi Atmiko juga menghimbau agar pihak-pihak yang menduduki tanah milik Nyoman Suarsana Hardika segera mengosongkan lahan tersebut sampai batas akhir bulan Januari. Pihak Nyoman Suarsana Hardika telah memberikan kelonggaran batas waktu pengosongan, yang sebelumnya batas waktu pengosongan pada tanggal 20 Januari, kini dilonggarkan menjadi akhir Januari. Jika masih membandel maka pihak Nyoman Suarsana Hardika dengan sangat terpaksa melaporkan pihak-pihak tersebut atas tuduhan penyerobotan lahan.
“Kita kasihan lah sama teman-teman, apalagi mereka yang menduduki itu kebanyakan tidak mengetahui permasalahan yang sebenarnya. Kita kasih lah itu batas waktu sampai akhir bulan. Kalau itu pun tidak dilaksanakan, tidak segera dikosongkan, kita akan melaporkan mereka itu sebagai penyerobotan lahan. Itu pasti kita akan lapor,” pungkas Miko.
Diberitakan sebelumnya, upaya penembokan dilakukan pihak Nyoman Liang untuk memperjelas batas-batas tanah miliknya. Pemasangan papan nama kepemilikan juga dilakukan agar tidak ada pihak-pihak yang tidak berkepentingan menduduki tanah tersebut.
“Tanah ini milik Nyoman Suarsana Hardika berdasarkan Sertifikat Hak Milik Nomor 1565 dan 5671 Desa Sumerta Kelod atas nama Nyoman Suarsana Hardika. Dimohonkan bagi yang membangun di atas tanah ini segera mengosongkan lahan ini dengan batas waktu 20-01-2024,” bunyi tulisan di papan nama kepemilikan yang dipasang.
Penembokan tanah dan pemasangan papan nama kepemilikan tersebut sejatinya berhasil mulai dilakukan pada Rabu 17 Januari 2023 dimana sebelumnya beberapa kali gagal karena ada upaya menghalang-langani dari pihak putra ke-4 dari almarhum Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pemecutan (Raja Denpasar IX) yakni AA Ngurah Mayun Wiraningrat (Turah Mayun) yang mengaku sebagai ahli waris pemilik tanah tersebut. Bahkan sebelumnya akses ke tanah tersebut ditutup dengan dipasangi portal dan dijaga preman. Namun baru dipasang malah sudah dirobohkan segerombolan orang berbadan kekar.
Sementara, pihak I Ketut Kesuma selaku kuasa hukum A A Ngurah Mayun Wiraningrat (Turah Mayun), putra almarhum Cokorda Ngurah Jambe Pemecutan (Cok Samirana), telah melaporkan Nyoman Liang terkait perusakan dan pencekalan ke luar negeri, membuat persoalan semakin meruncing dan berakhir saling lapor. (wid)