Catatan Perjalanan ke Thailand (1) : Tradisi Pertapaan Hutan Nasional Pu Wiang
Thailand, (Metrobali.com)
Tradisi pertapaan adalah tradisi setelah zaman Brahmana dalam masyarakat Hindu. Tradisi ini lahir sebagai protes terhadap hegomoni Brahmana. Tradisi ini disebut Aranyaka dalam Hindu. Tradisi Aranyaka ini melahirkan agama-agama baru seperti Buddha dan Jaina. Dalam Hindu, tradisi ini melahirkan enam perguruan utama yang disebut Sad Darsana. Perguruan-perguruan ini bertahan sampai sekitar abad ke-11 Masehi sebelum orang-orang Turki dibawah kepemimpinan Sultan Khilji yang berkuasa di Delhi, India menghancurkan Universitas Nalanda di Bihar, India.
Tradisi Aranyaka ini masih hidup di negara Gajah Putih ini. Para dosen dari Mahamakut Budhist University mengantarkan rombongan dari UHN IGB Sugriwa meninjau pertapaan-pertapaan tersebut dalam rangka kunjungan kerjasama antara UHN IGB Sugriwa dengan Mahamakut Budhist University, Thailand pada 7 – 12 Desember 2023.
Pertapaan tersebut berada di Perbukitan Pu Wiang, Kong Kaen, Thailand. Perbukitan tersebut kini mendapatkan banyak donasi untuk membangun wihara besar, yang terdiri dari dua bangunan utama yaitu bangunan untuk dedikasi bagi Sidharta (sebelum Buddha) dan Buddha.
Kedua bangunan ini memiliki patung raksasa berwujud Sidharta dan Buddha. Patung Sidharta menunjukan satu jari yang berarti satu tujuan.
Pada wihara ini terdapat arca-arca penjaga berupa naga dengan wujud dewi. Naga-naga seperti ini terukir pada relief-relief candi di India seperti di Candi Konarkh, Odissa. Relief ini menyebar sampai ke Thailand dan Nusantara. Pada masyarakat Jawa, kepercayaan ini menjelma menjadi Nyi Loro Kidul, yang sering digambarkan dekat dengan naga yang berwajah dewi.
Pada wihara untuk Buddha terdapat berbagai perwujudan Buddha dengan tiga lantai. Perwujudan-perwujudan Buddha tersebut mengambil tema-tema dari perwujudan dalam ketuhanan Hindu, yaitu sekala (berwujud), sekala niskala (sifat) dan niskala (kosong, cinta kasih tanpa batas). Terdapat juga perwujudan dalam konsep Panca Dewata dan Dewata Nawa Sanga. Konsep-konsep itu bersumber dari Hindu yang kemudian diaplikasikan dalam Buddha, sebab Buddha pada awalnya tidak membicarakan Tuhan, tetapi fokus kepada usaha pembebasan sang diri dari penderitaan.
Wihara ini berkembang dari komplek pertapaan kecil yang dihuni para bhikku hutan. Komplek pertapaan kecil tersebut menjadi wihara kecil yang dikembangkan menjadi dua wihara besar. Wihara tersebut bernama Wat Phukat, Wat Tam Pha Kaeng dan Wat Khuean. Karena itu, satu wihara kecil tersebut kini berkembang menjadi tiga wihara. Wihara-wihara tersebut merupakan sumbangan dari berbagai perusahaan besar di Thailand.
Para bhikku ini sesekali muncul di wihara ini dan dekat pemukiman warga untuk memberikan berkat keberuntungan. Kemunculan bhikku-bhikku ini tidak boleh dipotret. Ketika rombongan datang, bhikku ini kebetulan muncul dari memberikan berkat keberuntungan dengan menuliskan aksara-aksara rahasia pada tas gemgaman. Bhikku tersebut hanya bilang “yoa are lucky”.
Teman-teman kemudian mengantarkan memasuki hutan tersebut. Hutan tersebut menyimpan gubuk-gubuk kecil. Gubuk-gubuk tersebut kosong sebab ditinggalkan ke tengah hutan untuk bermeditasi oleh para penghuninya. Gubuk-gubuk tersebut digunakan untuk istirahat oleh para bhikku hutan. Mereka bertapa siang dan malam di dalam hutan.
Mereka mendapatkan makanan dari persembahan warga sekitar hutan, sebab sudah menjadi tradisi untuk memberikan makanan kepada para bhikku pertapa. “Jika mereka melihat ada bhikku bertapa di hutan, warga akan bawa motor untuk mencari untuk mempersembahkan makanan. Ini tradisi,”ujar Thanakorn, teman dosen Mahamakut Budhist University.
Dia menyatakan, hutan adalah tempat tenang untuk melakukan meditasi. Para bhikku hutan terbiasa tenang dalam berbagai gangguan hutan seperti nyamuk dan binatang buas. Gangguan-gangguan tersebut adalah teman bagi para bhikku hutan ini. Mereka tidak memiliki ketakutan sama sekali. Pemerintah Thailand juga mengizinkan hutan nasional tersebut digunakan untuk pertapaan. Beberapa warga negara asing juga ada yang ikut dalam pertapaan ini, sebab memiliki ketenangan tersendiri. (RED-MB)