Ilustrasi

Denpasar, (Metrobali.com)-

Menyimak ulasan NCW (National Corruptio Watch) tentang: defisit APBN dan hutang pemerintahan Jokowi selama sembilan tahun pemerintahannya, yang menurut NCW tidak masuk akal dan perlu klarifikasi lebih jauh pemerintah, seturut dengan azas akuntabilitas dan transparansi.

Hal itu dikatakan I Gde Sudibya, aktivis demokrasi, anggota Badan Pekerja MPR RI 1999 – 2004 Fraksi PDI Perjuangan, menanggapi Rencana Menambah Hutang Luar Negeri Rp.648 T, Selasa 28 November 2023.

Menurutnya, perlu diberikan catatan kinerja pemerintahan Jokowidodo selam sembilan tahun ini. Sebab, ada sejumlah proyek besar tidak dilaksanakan secara terbuka ke publik.

Dikatakan, proyek jumbo, Pemerintahan Jokowi di menjelang akhir masa jabatannya, yang perlu diklarifikasi ke publik antara lain proyek food estate senilai Rp.108 T di bawah Kementrian Pertahanan, yang dinilai oleh beberapa pengamat dan pakar gagal, paling tidak dari dua sisi: pertanggungan jawab anggaran dan pengrusakan lingkungan.

Selanjutnya, kata Gde Sudibya yang perlu dievaluasi adalah poyek super jumbo, untuk pengadaan Alutsista di bawah Kementrian Pertahanan, menurut seorang pengamat pertahanan senilai Rp.1,680 T, pinjaman ekspor kredit dari pemerintah Qatar yang akan segera dieksekusi. Pinjaman yang harus dilunasi selama dua puluh lima tahun.

Dikatakan, catatan berikutnya pasca “goro-goro” terbitnya Keputusan MK No.90, yang “melenggangkan” Gibran maju Cawapres mendampingi Prabowo, lahir kritik publik bernada satire Mahkamah Konstitusi berubah menjadi Mahkamah Keluarga, akibat dari politik dinasti Jokowi, yang “dilegimitasi” oleh “tangan” pamannya Anwar Usman sebagai Ketua MK.

Menurut Gde Sudibya terbitnya keputusan MK No.90, berdasarkan prinsip konstitusionalitas, dan berangkat dari adagium: UUD 1945 merupakan “buku suci” bagi setiap warga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Dalam konteks ini, ada kemungkinan Jokowi mengalami proses pemaksulan (impeachment): hak angket oleh DPR, pernyataan pendapat oleh DPR terhadap hasil angket, keputusan DPR dibawa ke Sidang MK, Sidang Istimewa MPR memutuskan pemaksulan. Prosesnya masih panjang, tetapi secara politik dan merujuk ke konsitusi, secara politik dan kemudian hukum konstitusi, pemaksulan menjadi layak untuk menyelamatkan demokrasi dan cita-cita reformasi,” katanya.

Masih menurut Gde Sudibya, menjadi tanda tanya dari segi etika politik dan sikap kenegarawanan, citra dan kredibilitas Presiden yang telah begitu merosot pasca skandal di MK, publik mempersepsikan Presiden telah menjadi “pemain” dalam Pilpres untuk pemenangan “putra makhkotanya, dengan masa jabatan tinggal sebelas bulan sebelum lengser.

“Menjadi tidak etis dan bisa membawa implikasi hukum serius kemudian, jika tambahan hutang senilai Rp.648 T tetap diguyurkan tahun 2024, di tahun politik panas, penuh intrik dan politik menghalalkan semua cara sebagai ciri pokoknya,” kata I Gde Sudibya, aktivis demokrasi, anggota Badan Pekerja MPR RI 1999 – 2004 Fraksi PDI Perjuangan. (Adi Putra)