Badung (Metrobali.com) –

Setiap tahun pada tanggal 12 Oktober, Tugu Peringatan Bom Bali atau Ground Zero di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, menjadi saksi peringatan tragis ledakan bom tahun 2002.

Peristiwa kelam ini merenggut nyawa ratusan orang, termasuk Warga Negara Asing (WNA) dan Warga Negara Indonesia (WNI).

Tokoh Masyarakat Desa Adat Kuta, Made Rudika, mengatakan sama seperti tahun sebelumnya akan digelar doa perdamaian untuk mengenang para korban yang masih hidup dan keluarga korban yang ditinggalkan.

Khusus tahun ini, peristiwa tragedi bom Bali akan digelar doa dengan mengangkat tema ‘Mengubah Penderitaan Menjadi Berkah’.

Rudika, yang mantan Ketua LPM Kuta ini menjelaskan bahwa rencana kegiatan tahun ini akan lebih ringkas, namun tetap menghormati peristiwa tersebut dengan penuh rasa suka cita.

Tokoh Masyarakat Desa Adat Kuta, Made Rudika

“Kami akan memulai kegiatan ini pada Kamis (12/10) pukul 17.00 Wita di Monumen Tragedi Bom Bali, Jalan Legian, Kuta, Badung,” ungkap Rudika kepada wartawan pada Rabu (11/10) malam di Simpang Inn Kuta, Badung.

Dalam acara yang sudah menjadi perhatian masyarakat lokal dan internasional, Ketua Panitia, Putu Adnyana, akan memberikan sambutan, disusul oleh Ketua LPSK Drs. Hasto Atmojo Suroyo, M.Krim, dan Kepala BNPT-RI Komjen Pol. Prof. Dr. H. Rycko Amelda Dahniel, M.Si.

Acara ini juga akan diwarnai dengan doa perdamaian dari FKUB, nyanyian perdamaian dari Gus Teja, pesan perdamaian dari Guruji Gede Prama dengan tema ‘Mengubah Penderitaan Menjadi Berkah’, tarian perdamaian dari Sanggar Kuta Kumara Agung – Gung Ade, serta aksi tabur bunga dan penyalan lilin yang akan dipimpin oleh Ibu Vivi & Putu Adnyana.

Rudika menekankan bahwa peristiwa tragis Bom Bali 2002 harus menjadi pelajaran bagi kita semua.

“Kami berharap agar tragedi kemanusiaan seperti Bom Bali tidak akan terulang. Meskipun kita berbeda suku dan agama, kita harus bersatu dan kuat, sesuai semboyan Bhinneka Tunggal Ika,” tandasnya.

Peringatan Bom Bali diharapkan bukan hanya sebagai momen mengenang, tetapi juga sebagai momentum untuk membangun perdamaian dan persatuan di tengah keragaman. Semoga, dengan semangat persatuan dan cinta kasih, kita dapat mencegah tragedi serupa melukai hati dan merenggut nyawa sesama manusia di masa depan. (Tri Prasetiyo)