Denpasar (Metrobali.com)-

Dipermukaan Bali terkesan aman aman dan warganya terkesan hidup sejahtera. Namun, persepsi bagi orang luar itu tidak seluruhnya benar. Kemiskinan Ekstrim dan Gangguan Jiwa, Prahara di Pulau Dewata.

Hal itu dikatakan pengamat kebijakan publik Jro Gde Sudibya, Kamis 5 Oktober 2023 menanggapi data kemiskinan ekstrim dan gangguan jiwa di Bali yang semakin meningkat.

Dikatakan, Pulau Bali memperoleh peringkat “juara” dalam “critical human values”, angka bunuh diri, penyakit gangguan jiwa, tetapi elite penguasa tidak peduli. Di elit penguasa hanya memikirkan proyek mercusuar yang nilainya triliuan yang tidak menetes kepada warga Bali. Warga Bali hanya dapat hampas hamlasnya saja dari proyek itu.

“Kepedulian para elite politik hanya satu, kekuasaan, kekuasaan dan sekali kekuasaan. Tidak peduli, masa bodo (ignorance) , bagaimana kekuasaan direngkuh, dan dipertahankan at all cost, termasuk merugikan program kesejahteraan sosial bagi kelompok pinggiran,” kata pengamat politik dan ekonomi yang kritis ini.

Menurutnya, daerah yang dipuja-puji sebagai :the last paradise”, dan penghasil dolar yang melimpah, akan tetapi fenomena sosialnya nyaris berada di tepi jurang menuju ke kehancuran.

Jro Gde Sudibya mengatakan, Bali kini tidak hanya menghadapi kemiskinan ekstrim, tapi fenomena gangguan jiwa terus meningkat. Masalah sosial dan kemanusiaan ini mesti mendapat perhatian serius dari PJ Gubernur Bali SM Mahendra Jaya.

Menurutnya, di Bali angka gangguan jiwa tertinggi secara nasional: 14 orang per 1.000 penduduk, rata-rata nssional 7 orang per 1.000 penduduk. Angka bunuh diri, dengan rasio penduduk tertinggi secara nasional. Angka rabies 10 kali lipat dari rata-rata nasional. Ini sungguh memprihatinkan.

Ke depan, kata Jro Gde Sudibya perlu Gubernur Bali yang peduli masalah sosial dan kemanusia. Tata dulu kehidupan strata sosial masyarakat paling bawah, lalu baru berpikir tentang proyek mercusuar. (Adi Putra)