Mohon Amerta dan Kebahagiaan Jagat, Sekda Adi Arnawa Ikuti Aci Tabuh Rah Pengangon Desa Adat Kapal
Sekda Badung I Wayan Adi Arnawa mengikuti prosesi Upacara Aci Tabuh Rah Pengangon di Pura Desa dan Puseh, Desa Adat Kapal, Kecamatan Mengwi, Jumat (29/9).
Badung, (Metrobali.com)
Bertepatan dengan Purnama Sasih Kapat, Sekda. Badung I Wayan Adi Arnawa mewakili Bupati Badung mengikuti prosesi Upacara Aci Tabuh Rah Pengangon di Pura Desa dan Puseh, Desa Adat Kapal, Kecamatan Mengwi, Jumat (29/9). Prosesi Aci Tabuh Rah Pengangon diawali dengan peed, muspayang aci tabuh rah pengangon, pementasan tari rejang lanang (abra sinuhun) dan rejang istri (maya sih), puncaknya saling lempar tipat bantal di jaba tengah dan di jaba sisi Pura Desa dan Puseh. Aci tabuh rah pengangon sendiri merupakan tradisi yang turun-temurun dilaksanakan oleh krama Desa Adat Kapal setiap purnama kapat. Sebagai sebuah persembahan kepada ida bhatara siwa dan memohon agar Beliau menganugerahi amerta dan kebahagiaan jagat Kapal khususnya. Diwujudkan dengan mempertemukan Purusa dan Predana disimbolkan Tipat dan Bantal, guna melahirkan kehidupan baru. Tradisi tersebut juga dihadiri Inspektur Badung Luh Suryaniti selaku tokoh masyarakat Kapal, Camat Mengwi I Nyoman Suhartana beserta unsur Tripika Kecamatan Mengwi, Lurah Kapal I Nyoman Adi Setiawan, Bendesa Adat Kapal I Ketut Sudarsana, Kepala Lingkungan serta Kelian Banjar Adat se-Desa Adat Kapal.
Sekda Adi Arnawa atas nama Pemerintah Kabupaten Badung menyambut baik dan memberikan apresiasi atas terlaksananya Tradisi Aci Tabuh Rah Pengangon Desa Adat Kapal. Tradisi ini merupakan warisan para leluhur yang harus dan wajib untuk dilaksanakan. “Kami selaku pemerintah sangat mengapresiasi terlaksananya tradisi aci tabuh rah pengangon sebagai sebuah upacara persembahan kehadapan sang pencipta serta memohon kerahayuan jagat. Kedepan kami harapkan tradisi ini tetap konsisten sebagai upaya melestarikan kearifan lokal dan juga sebagai daya tarik wisata,” harapnya.
Bendesa Adat Kapal, Ketut Sudarsana menjelaskan, tradisi Aci Tabuh Rah Pengangon merupakan warisan leluhur desa adat kapal dan hingga sekarang sudah dilaksanakan sebanyak 784 kali. Tradisi ini muncul sejak tahun 1339 masehi, zaman jagat bali mula dipimpin oleh seorang raja Ida Sri Astasura Ratna Bumi Banten. Saat itu Sang Raja mengutus orang kepercayaan Beliau untuk melihat keberadaan Pura Kahyangan di wilayah Bali. Salah satu Patih Raja, Ki Kebo Waruya atau Kebo Iwa dari Blahbatuh datang untuk memperbaiki Pura Purusada di Kapal. Untuk memperbaiki Pura Purusada, Kebo Iwa mencari batu bata di Desa Nyayi dan diletakkan di jaba pura sada. Ternyata bata tersebut semuanya hilang diambil oleh krama desa. Itu sebabnya Kebo Iwa memberi kutukan, dimana krama desa tidak boleh memakai batu bata. Apabila ada yang melanggar, akan kena sengsara. “Itu sebabnya di kapal tidak boleh memakai batu bata, selain di pura,” jelasnya.
Ditambahkan, selama Kebo Iwa di Kapal, masyarakat Kapal pada saat itu mengalami musim paceklik. Oleh sebab itu Ida nunas ica di luhur pura sada. Mulculah wangsit niskala, yang isinya, untuk mewujudkan jagat kapal rahayu, agar melaksanakan puja pangastuti linggih ida sang hyang rare angon atau paragayang ida sang hyang siwa guru. Sehingga dilaksanakan upacara dengan mempertemukan purusa dan predana yang disimbolkan tipat dan bantal. Tipat simbol perempuan dan bantal simbol laki-laki. “Aci tabuh rah pengangon dapat diartikan, Aci artinya persembahan, tabuh artinya jatuh/turun, rah artinya energi/sumber kehidupan dan pengangon sebutan lain dari ida bhatara siwa. Dengan harapan agar saat tradisi ini dilaksanakan, ida nedunan sari-sari amerta dan kebahagiaan ring jagate,” pungkasnya.
Sumber : Humas Badung