Denpasar (Metrobali.com)-

Penghapusan Sekolah Bali Mandara yang banyak menampung siswa miskin, Gambaran Pemimpin Besar atau Kerdil? Ini patut jadi petimbangan rakyat Bali saat memilih Gubernur Bali tahun 2024 nanti.

Hal tersebit dikatakan pengamat kebijakan publik Jro Gde Sudibya, Senin 18 September 2024, menanggapi terhapusnya SMA Bali Mandara sebagai sekolah reguler pada jamannya Wayan Koster.

Dikatakan, hanya untuk tujuan peningkatan elektabilitas, inovasi kebijakan pendidikan yang pro rakyat kecil justru dihapus di jaman Wayan Koster. Ini, memberikan indikasi kebijakan Wayan Koster menjadikan politik sebagai panglima dan mengorbankan kepentingan “wong cilik”.

Menurutnya, penghapusan atas SMA Bali Mandara adalah melanggar prinsip dasar dari kepemimpinan yang bertanggung jawab, yang berupa KEBERLANJUTAN kepemimpinan. Dalam artian, kebijakan positif dari pemimpin-pemimpin terdahulu dilanjutkan, bukan dinafikan dan bahkan (maaf) “dibunuh”.

Dikatakan, sejarah kepemimpinan selalu mengajarkan, kebesaran (greatness) kepemimpinan antara lain diukur dari prinsip keberlanjutan ini, melakukan koreksi terhadap yang kurang, tanpa publikasi berlebihan, merujuk prinsip kerendah hatian pemimpin. Dalam ungkapan bahasa Jawa yang begitu terkenal ” mikul duur, mendem jero”. Menghormati pemimpin terdahulu, melakulan koreksi tanpa harus menyalahkan.

“Sebaliknya pemimpin dengan kualifikasi kerdil, “membungi hanguskan” warisan pemimpin terdahulu, menafikan dan menganggap tidak ada, dan yang bersangkutan seakan-akan datang dari langit “anta berantah”. Sehingga keputusan-keputusan politiknya menjadi a historis, sebut saja melawan alur sejarah,” kata Jro Gde Sudibya.

Menurutnya, kebesaran dan kualitas pemimpin antara lain bercirikan Respek pada pemimpin-pemimpin terdahulu, dalam filosofi Jawa: “mikul duur mendem jero”, melanjutkan apa yang patut dilestarikan, melakukan koreksi tanpa harus menepuk dada.

“Pemimpin yang mengambil keputusan bijak, untuk menjawab tantangan zamannya, dilandasi niat dan itikad baik serta berempati pada kepentingan masyarakat luas,” katanya.

Ia nenambahkan, pemimpin yang melampaui zamannya -beyond the ages-, tidak saja dikenang, tetapi pemberi inspirasi dan spirit bagi generasi sesudahnya.

Cerdas dalam Memilih Pemimpin

Sementara itu, penggiat media sosial Putu Suasta mengatakan, Bali tidak sedang baik-baik saja. Indikator kesejahteraan sosial Bali amat sangat memprihatinkan: orang miskin bertambah termasuk kemiskinan ekstrim, rasio stunting 26 persen, data angka bunuh diri Januari – Juli 2023 nomer tiga tertinggi setelah Jateng dan Jatim.

“Dari info yang ada, stunting pertama ditemukan di Ubud dan kemudian Sukawati, Gianyar hal itu telah menggambarkan indikasi terjadinya ketimpangan yang tinggi dalam pembangunan Bali. Tricle down effect, dampak menetes ke bawah hasil pembangunan agaknya tidak terjadi. Politik anggaran dalam APBD Bali sama-sama kita mengetahuinya,” katanya. (Adi Putra)