LBH PSI Bali Dampingi Warga Nusa Dua Perjuangkan Hak Tanahnya, Beli Rumah Sejak 1996 Sertifikat Belum Didapat
Foto: Satu tim advokat di LBH PSI Bali Wayan Adi Aryanta S.H.,M.H., mendampingi belasan Warga Nusa Dua mendatangi kantor pertanahan Kabupaten Badung (BPN).
Badung (Metrobali.com)-
Belasan Warga Nusa Dua pada Rabu 13 September 2023 mendatangi kantor pertanahan Kabupaten Badung (BPN). Mereka hadir memenuhi Panggilan BPN Badung, terkait proses penerbitan sertifikat yang tidak jelas sejak tahun 1996.
Sebelumnya belasan warga melalui Kuasa Hukum-nya bersurat ke BPN Badung, terkait status tanah dari rumah yang mereka tempati sejak tahun 1997. Rumah tersebut dibeli ketika bekerja di kawasan BTDC Nusa Dua dengan sistem potong gaji, dengan KPR difasilitasi oleh Bank BPD Bali.
Advokat yang mendampingi belasan warga, I Wayan Adi Aryanta S.H.,M.H., mengatakan permasalahan ini terungkap sekitar dua bulan yang lalu dimana sejumlah warga mengadu ke Lembaga Bantuan Hukum Partai Solidaritas Indonesia (LBH PSI) Bali.
“Warga yang mengadu mengatakan mereka membeli rumah sejak 1996. Namun hingga kini tidak mendapatkan Sertifikat,” ujar Adi Aryanta yang merupakan salah satu tim advokat di LBH PSI Bali.
Usut punya usut, ternyata di BPD Bali juga tidak ada sertifikat. Padahal pembelian rumah menggunakan fasilitas KPR. “Ada satu warga yang sudah melunasi ke Bank. Tapi Bank-nya tidak dapat memberikan sertifikat tanah. Alasannya macam-macam, dari berkas hilang, jaminan hanya kartu kuning, hingga pihak pengembang tidak dapat dihubungi,” tutur Anggota LBH PSI yang akrab disapa Bro Bontang ini.
“Tadi di cek di Buku Tanah offline, tercatat bahwa pada lahan ada hak milik. Namun belum jelas atas nama siapa. Tadi mau di cek pada aplikasi online, namun aplikasi masih eror. Sehingga nanti kita akan dipanggil kembali atau disurati oleh BPN,” terang Adi Aryanta.
Ketua Ikatan Alumni UT Wilayah Bali ini menjelaskan, bahwa warga juga sudah berusaha berkoordinasi dengan Kaling dan Lurah setempat. Namun, Kaling dan Lurah terkesan ogah-ogahan dalam membantu warga. Lurah bahkan menolak menandatangani formulir permohonan pengukuran kadastral, guna mengecek status hak atas tanah yang sudah ditempati warga sejak 27 tahun silam.
“Padahal lurah hanya mengetahui. Bahwa warga memang menempati lahan tersebut sejak 27 tahun silam,” pungkas Adi Aryanta. (dan)