Foto: Salah satu tokoh muda Bali dan pengusaha muda Bali asal Klungkung, Gede Risky Pramana.

Klungkung (Metrobali.com)-

Agar dapat menjaga keseimbangan ekonomi Bali dan tidak bertumpu hanya pada satu sektor pariwisata saja, Bali membutuhkan peningkatan kuantitas dan kualitas investasi di berbagai sektor terlebih di masa pasca pandemi Covid-19 seperti sekarang ini.

“Harapan ke depan dengan melihat dari sisi ekonomi melihat bagaimana membangun kembali kondisi ekonomi di masyarakat yang lebih baik, kita perlu peningkatan kualitas iklim investasi dalam membangun sinergitas hubungan bisnis antar sektor yang akan menunjang hulu hingga hilir ekonomi dan sosial politik di masyarakat,” kata salah satu tokoh muda Bali dan pengusaha muda Bali asal Klungkung, Gede Risky Pramana, saat dihubungi Senin (12/6/2023).

Jika berbicara realisasi investasi di Bali selama tiga tahun terakhir di masa pandemi Covid-19, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, jumlah investasi di Pulau Dewata cenderung fluktuatif. Tahun 2020 realisasi investasi di Bali mencapai Rp 9,65 triliun lebih dengan rincian Penanaman Modal Dalam Negeri (PMN) Rp 5,43 triliun sementara Penanaman Modal Asing (PMA) Rp 4,22 triliun.

Di tahun 2021 realisasi investasi di Bali mengalami kenaikan dan menyentuh angka Rp 12,95 triliun dengan rincian PMN sebesar Rp 6,35 triliun dan PMA mencapai Rp 6,59 triliun. Sementara di tahun 2022 realisasi investasi di Bali sedikit lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya yakni sebesar Rp 12,45 triliun yang terdiri atas PMN Rp 6 triliun lebih dan PMA Rp 6,45 triliun.

Sementara jika berbicara investasi di Kabupaten Klungkung berdasarkan data BPD, investasi di daerah ini memang tergolong lebih kecil dibandingkan daerah Sarbagita (Denpasar Badung, Gianyar dan Tabanan) dan Buleleng. Total investasi di Klungkung bersaing dengan Karangasem dan masih di atas Jembrana dan Bangli.

“Klungkung dengan potensi pariwisata dan UMKMnya harusnya bisa lebih banyak menarik investasi baik PNM maupun PMA dan kita dorong bersama-sama hal tersebut,” kata Risky Pramana, salah satu putra daerah Klungkung yang menggeluti berbagai sektor bisnis ini.

Masih berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, pada tahun 2020 total investasi di Klungkung mencapai Rp 316,291 miliar dengan rincian PMN sebesar Rp 42,420 miliar dan PMA sebanyak Rp 273,871 miliar. Sedangkan setahun berikutnya saat puncak masa pandemi investasi di Klungkung terjun bebas hanya di angka Rp 190,245 miliar di tahun 2021 dengan rincian PMN Rp 66,996 miliar dan PMA sebanyak Rp 123,249. Geliar investasi Klungkung kembali naik di tahun 2022 dengan angka sebesar Rp 270,977 miliar dengan rincian PMN sebanyak Rp 106,496 miliar dan PMA sebanyak Rp 164,481 miliar.

Risky Pramana menegaskan peningkatan investasi di daearah menjadi konsern kita bersama baik pemerintah daerah bersama pelaku usaha karena akan berkaitan dengan pencipataan lapangan pekerjaan, pertumbuhan ekonomi dan berjung pada peningkatan kesejahateraan masyarakata.

“Kita harus membangun kolaborasi dan harmonisasi antar pemangku kepentingan juga pelaku ekonomi dalam menjaga kesinambungan iklim sosial dan politik ke depan, tidak hanya bagaimana bisa membuat tata aturan tapi kita harus mampu merawat sebuah pembangunan dimana juga memberikan nilai kepada seluruh masyarakat yang berada di setiap sektor kebutuhan di sekitarnya,” papar Risky yang juga pebisnis jasa pengamanan dan selaku Ketua Profesi Satpam ini.

“Agar konsep ini dapat bekerja maka kita harus berkomitmen untuk menjaga kualitas hingga kuantitas dari tujuan ekonomi secara mikro dan makro berkaca pada saat ini kita menghadapi kenyataan bahwa roda ekonomi baru merangkak setelah dilanda kejatuhan, maka kita harus bisa menganalisa dan mengidentifikasi sebuah strategi yang masif dalam membangun kesadaran akan sebuah kebutuhan akan perputaran ekonomi,” jelas Risky lebih lanjut.

Pengusaha mud aini juga menekankan bahwa pembentukan produk andalan di setiap kondisi geografi hingga demografi akan sangat berpengaruh untuk strategi distribusi hingga marketing ke depan. Salah satu contoh yang harus diperhatikan adalah adanya regulasi yang hanya menguntungkan salah satu sektor bisnis dan perdagangan yang pada nantinya tidak berimbas pada nilai investasi bisnis dan perdagangan lainnya alias over supply dan tidak terbangun kondisi kebutuhan dan demandnya.

Pada akhirnya terjadi penurunan dan kesenjangan kondisi ekonomi yang mengakibatkan kondisi sosial menjadi ikut terpengaruh dan munculnya pragmatisme politik. “Kita harus juga berpikir bahwa selalu ada mula dan akibat yang saling berhubungan dalam kondisi yang terus berkembang,” tegas pengusaha muda yang juga politisi muda Partai Golkar ini.

“Harapan ke depan segala kepentingan bisa dibangun didasarkan oleh sebuah visi dan misi serta nilai yang akan dibangun untuk memberikan percepatan pembangunan ekonomi sosial dan politik,” pungkasa Risky yang maju sebagai Calon DPRD Provinsi Bali Dapil Kabupaten Klungkung pada Pemilu 2024 ini. (wid)