Karangasem, (Metrobali.com)

“Bunuh diri” Pariwisata Bali. Karena keunggulan kompetitif yang dimiliki pariwisata Bali sebagai DTW dunia, ada pada kebudayaannya, “bauran” dari keindahan alam: laut, gunung, hamparan sawah, keunikan kehidupannya (sistem keyakinan, ekspresi berkesenian dan “produk” budaya lainnya). Melahirkan the uniqeness of vibration, menstimulasi: ketenangan, kedamaian dan sisi-sisi spiritualitas lainnya, termasuk menstimulasi inspirasi. Tidak sedikit tokoh dunia menyelesaikan bab terakhir bukunya di Bali.

Menanggapi larangan mendaki Gunung seluruh Bali oleh Gubernur Bali Wayan Koster, Pengamat Kebijakan Publik Jro Gde Sudibya, Kamis 8 Juni 2023 mengatakan salah satu contoh, ekonom pemenang hadiah Nobel Ekonomi tahun 2001 Joseph Stiglitz, Ketua Dewan Penasehat Ekonomi Presiden AS Clinton, menyelesaikan bab terakhir bukunya di Ubud beberapa tahun lalu.

Gelising cerite, kata Jro Gde bagi sebagian wisatawan yang mengunjungi Bali tanpa mendaki gunung, tamsilnya laksana makan sayur tanpa garam. “Semestinya, Gubernur Wayan Koster pengambil kebijakan lebih bijak dalam mengelola pariwisata Bali, karena punya risiko melahirkan “lonceng kematian” buat industri ini,” katanya.

Kekecewaan larangan wisatawan mendaki gunung juga diraskan oleh pemandu wisata I Wayan Widi Yasa (38).

Widi Yasa adalah seorang Pemandu Gunung Agung Bali mengaku kaget ketika mendengar kabar adanya aturan pelarangan pendakian di seluruh gunung oleh Gubernur Bali, I Wayan Koster.

Yang jelas, kata dia kebijakan itu akan mematikan mata pencarian ia dan teman-temannya yang berprofesi sebagai pemandu atau guide wisata Gunung Agung.

“Kami kaget. Wisata Gunung Agung menghidupkan ekonomi masyarakat yang hidup di kaki gunung. Kalau aturan dieksekusi, kami mau kerja apa?” kata Widi saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (6/6/2023).

Widi awalnya bekerja sebagai petani dan pengembala sapi di kaki Gunung Agung. Setelah usianya genap 16 tahun, ia memutuskan menjadi pemandu Gunung Agung jalur Pura Pasar Agung Sebudi. Ketika menjadi pemandu, Widi biasanya mengenakan tarif sebesar Rp550.000 per hari dengan maksimal tiga tamu.

Dalam sebulan, Widi bisa mengantongi Rp5 juta lebih dari jasanya sebagai guide. “Malah bisa dua kali lipat kalau lagi high season [libur panjang seperti lebaran],” ucap Sekretaris Forum Pemandu Pendakian Gunung Agung itu.

Menurut Jro Gde Sudibya indikasi pemimpin gagal adalah Over reactive pada persoalan, sehingga gugup memutuskan dan keputusannya salah, membuat masalah menjadi semakin membesar.

Dikatakan, dalam situasi kepanikan melahirkan prilaku otoriter, mudah menyalahkan anak buah, lahir suasana kerja tidak nyaman, pasif dan tidak berani ambil risiko.

“Pemimpin tersebit rasa amannya (sense of security) menurun, perlu sejumlah “penjilat”untuk menjustifikasi keputusan yang keliru, dan bahkan memerlukan alat keamanan negara untuk terus mendampingi. Dari sisi psikologi, mungkin sudah mengalami gangguan bi polar dan bahkan mental disorder,” kata Jro Gde Sudibya. (Adi Putra)