Denpasar, (Metrobali.com)-

Atas pelecehan yang dilakukan umat lain terhadap sejumlah tempat suci agama Hindu, Forum Advokasi Hindu Dharma (FAHD) melayangkan surat terbuka kepada Presiden RI Jokowidodo di Jakarta.

Surat tersebut ditandatangani Ketua FAHD Dr. Wayan Sayoga dan Sekretaris Anak Agung Made Sudarsa, SE, SH, MH dan surat tersebut tersebut ditembuskan juga Kepada Yth: Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama dan Kepala Kepolisian RI.

Isi suratnya sebagai berikut.

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Om Swastyastu.

Yth. Presiden Indonesia, Bapak Joko Wododo,

Kejadian di Pura Sali Paseban Batu, Jalan Batu Banama, Kelurahan Tangkiling, Kecamatan Bukit Batu, Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah, tidak boleh terjadi di Indonesia (https://vt.tiktok.com/ZSLFNAvvs/) karena Indonesia dengan Pancasila dan UUD 1945 menjamin kebebasan setiap warga negara dalam menjalankan keyakinan dan agamanya.

Oleh sebab itu, di setiap kejadian pelecehan tempat suci semacam ini (https://youtu.be/k15rOAJZ6AE), negara harus hadir dan aparat secepatnya bertindak. Dengan sikap tersebut negara telah memastikan hak dan kebutuhan dasar dari warga dapat berjalan dengan tenang dan aman, tanpa ada intimidasi maupun diskriminasi.

Kasus semacam ini tidak bisa selesai hanya dengan materai 10 ribu rupiah! Kejadian serupa sudah sangat sering terjadi, kata “maaf” dan materai tidak cukup menyadarkan, dan sama sekali tidak membuat efek jera. Harus ada penegakkan hukum yang tegas dan adil tanpa pandang bulu terhadap pelaku, apapun agama dan sukunya.

Yang Mulia Bapak Presiden Joko Wododo,

Forum Advokasi Hindu Dharma (FAHD) sangat gelisah melihat pelecehan demi pelecehan terus berulang terhadap umat Hindu, seolah-olah negara tidak pernah hadir untuk menindak tegas oknum-oknum yang seakan alergi dengan adanya perbedaan dalam keyakinan dan agama di negeri ini. Perbedaan dan keragaman yang telah membentuk negara bangsa ini adalah realitas yang sudah semestinya diterima dengan hati terbuka oleh setiap warga.

Di dalam menjalankan keyakinan dan agama kita masing-masing, selain rasa akal sehat juga mesti tetap dikedepankan. Jangan hanya karena merasa superior atau mayoritas, dan merasa pilihan keyakinan kita adalah yang terbaik lalu memperlakukan simbol agama lain seenaknya. Gunakan kepekaan dan akal sehat lalu manfaatkan hal tersebut untuk menuntun prilaku kita di ruang publik.

Untuk umat Hindu sendiri, sudah saatnya merenungkan, apakah masih patut hanya demi pariwisata kita membebaskan wisatawan mana saja masuk ke pura? Disamping itu, kita sepatutnya juga merenung, kalau kita tidak ingin dilecehkan oleh agama lain maka kita harus belajar juga untuk tidak melecehkan umat di internal Hindu kita sendiri yang mungkin berbeda Ishta dewanya, dan mungkin berbeda pula dalam mengejewantahkan Pancha Sraddhanya.

Tempat-tempat suci mana saja, termasuk pura, telah disucikan dengan segala macam cara, diantaranya dengan upakara-upakara dan mantra-mantra dari setiap umat yang datang untuk sembahyang. Meremehkan dan melecehkan entitas-entitas suci ini hanya akan mendatangkan malapetaka, baik bagi individu maupun komunitas yang dengan sengaja melecehkannya.

Tapi, sungguh pun malapetaka itu datang pada pelakunya, hal tersebut adalah sebagai phala karma yang buruk, namun dipihak lain FAHD tetap meminta pihak kepolisian terkait, khususnya Polsek Bukit Batu, Polresta Palangka Raya, dan Polda Kalteng, agar segera menindaklanjuti pelecehan pura ini dengan secepat-cepatnya, agar garansi kehadiran negara betul-betul dapat dirasakan oleh umat Hindu di Indonesia.

Garansi, itu yang dibutuhkan umat Hindu di Indonesia!

FAHD memohon agar Bapak Presiden memberi perhatian khusus pada kasus ini sebagai wujud contoh nyata kehadiran negara sehingga dikemudian hari, sikap ini dijadikan rujukan hukum bagi pelanggaran kebebasan dalam berkeyakinan dan beragama di Indonesia.

Terima Kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Om Shanti, Shanti, Shanti Om

Editor : Nyoman Sutiawan