Selamatkan Nelayan Agar Tak Mati Pelan-Pelan, Gus Adhi Totalitas Perjuangkan Revisi Permen 18/2021, Aturan Harus Mensejahterakan Bukan Menyengsarakan Rakyat
Foto: Anggota Komisi DPR RI Dapil Bali Anak Agung Bagus Adhi Mahendra Putra yang akrab disapa Gus Adhi saat menyerap aspirasi para nelayan dalam acara tatap muka dengan para nelayan di Politeknik Kelautan dan Perikanan Jembrana, Minggu (30/4/2023).
Jembrana (Metrobali.com)-
Pelaksanaan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 18 Tahun 2021 atau Permen KP 18 Tahun 2021 telah menimbulkan kesengsaraan bagi para nelayan seperti yang dialami nelayan di Jembrana dimana mereka kesulitan mendapatkan BBM bersubsidi seperti solar subdisi. Akibat tak bisa melaut bahkan nelayan terancam kelaparan hingga juga timbul aksi-aksi kriminalitas.
Tidak ingin persoalan ini berlarut-larut dan nelayan mati perlahan, Anggota DPR RI Dapil Bali Anak Agung Bagus Adhi Mahendra Putra yang akrab disapa Gus Adhi mengambil langkah serius untuk memperjuangkan revisi Permen KP 18 Tahun 2021 tersebut.
“Jadi marilah kita mendorong perubahan Permen KP 18 Tahun 2021. Semangat kita membuat peraturan adalah untuk membantu dan mempermudah kehidupan masyarakat bukan sebaliknya menimbulkan kesengsaraan bagi masyarakat,” kata Gus Adhi saat menyerap aspirasi para nelayan dalam acara tatap muka dengan para nelayan di Politeknik Kelautan dan Perikanan Jembrana, Desa Pengambengan, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, Minggu (30/4/2023).
Permen KP 18 Tahun 2021 sangat memberatkan nelayan mengingat adanya klausul ukuran kumulatif pada kapal yang menggunakan API Pukat Cincin Pelagis Kecil dengan dua kapal hybrid pada peraturan tersebut. Dalam aturan ini ada penggabungan dari dua kapal ataupun lebih yaitu terkait dengan kapal penangkap ikan dan kapal pembawa alat tangkap ikan.
Penggabungan ini bisa membuat jumlah GT kapal melebihi 30 GT Ini berarti dengan kelebihan GT tersebut nelayan tidak bisa membeli BBM bersubsidi seperti solar subsidi. Sebelumnya nelayan juga terdampak dengan terbitnya Permen KP terkait moratorium kapal
“Saya sangat kaget sekali melihat penderitaan masyarakat nelayan kita di Kabupaten Jembrana ini ternyata permasalahan nelayan ini sudah timbul dari tahun 2017 dengan adanya Permen KP terkait moratorium kapal. Ada aspirasi suatu syarat yang memberatkan masyarakat nelayan dimana ada perubahan istilah dalam SIUP dan moratorium kapal itu. Tapi itu sudah ada jalan keluarnya,” papar Gus Adhi yang juga Anggota Fraksi Golkar DPR RI Dapil Bali ini.
Kedua terkait dengan penangkapan ikan ternyata dengan adanya Permen KP 18 Tahun 2021 muncul permasalahan baru. “Nah ini ternyata memberatkan dan menimbulkan kesengsaraan yang luar biasa, berdampak kepada meningkatkan kejahatan di lingkungan neyalan. Ada orang menanak nasi, nasi dengan periuknya hilang, ada sekarang timahnya hilang, ada nelayan menjual alat kerja sehari-hari untuk membeli makan karena tidak melaut karena mahalnya BBM, mereka tidak dapat jatah membeli BBM subsidi,” ungkap Gus Adhi yang kini bertugas di Komisi II DPR RI ini.
Permasalahan yang dihadapi nelayan ini ternyata disebabkan dua hal. Pertama, pembatasan pembelian BBM subsidi dalam hal ini solar subdisi yang hanya bisa didapatkan oleh nelayan dengan kapal di bawah 30 GT sesuai dengan aturan di Permen KP 18 Tahun 2021.
Kedua, kapal nelayan yang ada sebenarnya di bawah 30 GT tapi dalam melakukan aktivitasnya mereka menggunakan dua kapal berbeda yakni kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut alat tangkap ikan. Jadi ketika dikomulasikan kedua kapal tersebut menjadi jauh melebihi 30 GT. Akibatnya nelayan tidak bisa membeli solar subsidi.
“Dalam perjalanan waktu, sebenarnya dulu nelayan kita ini menggunakan kapal di bawah 30 GT, mulai dari 10 GT. Namun karena perkembangan perubahan cuaca, iklim, berkurangnya hasil tangkapan ikan di laut, menggunakan alat tangkap yang masih manual dan sebagainya, ada tuntutan situasi nelayan akhirnya mengubah ukuran kapalnya dan besaran GT kapalnya dari 10 GT menjadi di atas 30 GT,” tutur Gus Adhi.
“Nah ini akan berdampak kepada mereka tidak bisa mendapatkan BBM subsidi. Jadi karena situasi ini perlu bagi kita memberikan masukan kepada pemerintah pusat agar ada perubahan Permen KP 18 Tahun 2021 terkait dengan pembelian BBM subsidi itu harus di bawah 40 GT untuk satu kapal. Itulah yang harus kita perjuangkan bagi nelayan-nelayan yang pekerjaannya mengambil ikan lemuru atau ikan kucing,” terang politisi Golkar asal Kerobokan, Badung itu lanjut.
Jadi ada dua point yang diperjuangkan Gus Adhi dalam revisi Permen KP 18 Tahun 2021. Pertama, satu kapal dengan 40 GT ke bawah diperjuangkan untuk mendaptkan BBM bersubsidi. Kedua, dalam praktiknya ketika nelayan melaut ketika menggunakan dua kapal berbeda yakni kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut alat tangkap ikan jangan dikumulatifkan, harus dihitung masing-masing sebagai satu kapal berbeda sehingga nelayan tetap bisa membeli BBM bersubsidi.
“Dua hal itu yang perlu kita perjuangkan dalam revisi Permen KP 18 Tahun 2021 sehinga kesejahateraan masyarakat nelayan bisa terwujud,” ujar tokoh yang dikenal sebagai sosok wakil rakyat berhati mulia, gemar berbagi dan dikenal dengan spirit perjuangan “Amanah, Merakyat, Peduli” (AMP) dan “Kita Tidak Sedarah Tapi Kita Searah” ini.
Gus Adhi menegaskan permasalahan yang dihadapi nelayan akibat Permen KP 18 Tahun 2021 tidak hanya dialami nelayan di Jembrana namun juga berdampak kepada nelayan di seluruh Bali. “Yang pasti Permen KP 18 Tahun 2021 tidak berpihak kepada kehidupan nelayan kita. Dimana kita berkeinginan ada peningkatan kesejahateraan masyarakat dari peraturan yang kita hasilkan. Itulah semangat kita menghasilkan suatu peraturan. Bukan sebaliknya peraturan itu membuat masyarakatnya susah,” pungkas Gus Adhi yang juga Ketua Depidar SOKSI Bali ini.
Komitmen Gus Adhi untuk memperjuangkan revisi Permen KP 18 Tahun 2021 disambut antusias para nelayan yang mengaku kondisi mereka benar-benar sulit memperihatinkan dengan aturan tersebut. “Harapan kami para nelayan aturannya jangan dipersulit, kami hanya ingin bisa melaut lagi pak,” ujar Haji Yahya, salah satu nelayan di Pengambengan.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Jembrana, Widana Yasa mengungkapkan klausul ukuran kumulatif pada kapal yang menggunakan API Pukat Cincin Pelagis Kecil dengan dua kapal hybrid pada peraturan tersebut menyulitkan para nelayan. Menurutnya, penggabungan kapal itu yang sangat meresahkan nelayan dan dengan perubahan GT ini nelayan tidak akan bisa menangkap ikan di Jalur 2.
“Ini tidak mungkin karena desain kapal nelayan kami tidak memungkinkan menangkap ikan di luar Jalur 2 itu,” tutur Widana Yasa.
Selain itu, lanjut Widana Yasa dengan penggabungan kapal yang diatur di dalam Permen KP itu, atau dengan kata lain di atas 30 GT maka nelayan tidak akan memperoleh BBM solar bersubsidi.
“Ini juga yang paling krusial dirasakan, nelayan kami menjerit pak,” ungkapnya.
Untuk itu, Widana Yasa berharap ada diskresi sebelum Permen KP ini direvisi karena sembari Permen tersebut ditinjau ulang, lewat diskresi itu nelayan bisa tetap melaut dengan membeli BBM bersubsidi.
Melihat realita kesulitan dan mendengar keluhan dan aspirasi dari para nelayan, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali, Putu Sumardiana, menyatakan akan membuat surat ke pusat untuk menyampaikan usulan merevisi Permen KP 18 Tahun 2021. Selain itu, juga akan mendorong lahirnya rekomendasi soal buku kapal dan SIUP terkait perubahan nomenklatur alat tangkap ikan.
“Kita banyak mendapatkan permasalahan di lapangan dan kita dorong agar pusat segera merevisi Permen KP 18 Tahun 2021. Sambil menunggu revisi Permen KP 18 Tahun 2021 itu kita akan membuat langkah-langkah. Pertama yang mendesak agar ada rekomendasi segera diterbitkan Dinas Perikanan. Ada dua hal yakni buku kapal dan SIUP,” terang Sumardiana.
Terkait dengan selama ini permasalahan SIUP karena yang menerbitkan adalah PTSP, pihaknya akan segera berkordinasi terkait dengan perubahan nomenklatur alat tangkap. “Mungkin dalam waktu dekat kita akan ketemu dengan Dinas PTSP yang menyatakan bahwa nomenklatur ini hanya perubahan nama. Apapun nama alat tangkapnya itu sama, tidak mengubah skupnya,” ujarnya.
“Langkah kedua, kami akan komunikasi langsung dengan Dirjen Tangkap di Pusat terkait dengan apakah diizinkan kami membuat nota dinas terkait dengan perubahan SIUP. Kalau itu semua sudah selesai, saya kira permasalahan yang menjadi kendala nelayan ini akan segera terselesaikan,” pungkas Sumardiana. (wid)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.