Demokrasi Digital, Kasus Lampung (yang lagi heboh) dan Proyek PKB Klungkung Bali
Proses pengerukan tebing Bukit Buluh, Klungkung untuk pengurugan di atas kawasan rencana mega proyek Pusat Kebudayaan Bali (PKB) yang bakal menelan dana triliunan rupiah.
Oleh : Jro Gde Sudibya
Kekuatan demokrasi digital menunjukkan “gigi” kekuatannya dalam kasus Lampung, seorang pelajar Lampung bermukim di Australia menyampaikan kritik bernada parodi atas rusak parahnya infrastruktur jalan dan juga pendidikan di Lampung.
Diberitakan di medsos, ada pejabat di Lampung tidak terima, bernada amarah mengancam keluarga pelajar tersebut untuk dilaporkan ke polisi. Netizen menjadi “murka”, ada pengacara kondang menawarkan diri untuk membela, banyak pejabat berkomentar terhadap kasus ini, tidak kurang dari Kapolri, Menko Polhukam.
Tidak kurang dari harian Kompas, 18 April 2023, melaporkannya secara lengkap dalam tema: Kritik Bima dan Aspirasi Generasi Z melalui Medsos. Kompas menulis: “Kritik dari Bhima Yudo Saputra mencerminkan kemampuan anak muda memanfaatkan teknologi untuk menyampaikan aspirasi. Respons represif justru menjadi bumerang bagi pejabat daerah”. Fenomena ini menggambarkan kekuatan “taji” dari demokrasi digital.
Di Bali sendiri, ada kasus yang lebih “dashyat” dibandingkan kasus infrastruktur Lampung di atas, proyek mercu suar nan ambisius PKB (Pusat Kebudayaan Bali) di Desa Gunaksa, Klungkung.
Sejumlah pengamat, toko dan anak muda membeti beberapa catatan untuk proyek PKB (Pusat Kebudayaan Bali) Desa Gunaksa, Klungkung.
Pertama, berapa besarnya nilai proyek, publik tidak tahu, publik tahu besarnya dana jumbo untuk pembebasan lahan dan pengurugan sebesar Rp.2.4 T, dana pinjaman Pusat Rp.1.5 T, kredit BPD Bali Rp.895 M. Angsuran kredit tahun 2024 diperkirakan sebesar Rp.398 M, akan membebani APBD Bali selama 6 tahun.
Kedua, proyek ini telah merusak lingkungan, Bukit Buluh digerus, lingkungan di sekitar Kecamatan Dawan tercemar. “Jejer kemiri Pura ring Bukit Buluh” diempon sekitar 7.000 KK menyebar di Bali dan juga di luar Bali, terganggu kenyamanan dan rasa kesuciannya akibat penggerusan ini.
Ketiga, Pusat Kebudayaan Bali (PKB) sebagai proyek dengan ambisi sebagai infrastruktur kebudayaan, semestinya dilakukan secara cermat nilai pengembalian finansialnya -finansial return on investment-, dan juga nilai pengembalian sosial budaya -social &cultural return on investment-, untuk menghindari risiko proyek gagal dan atau mangkrak dengan kerugian keuangan negara yang besar.
Proyek PKB ini telah melahirkan “musibah” lingkungan Bukit Buluh rusak tergerus dan lingkungan sekitarnya tercemar, tekanan besar terhadap anggaran APBD Bali ke depan, yang akan membatasi kemampuan Pemda Bali dalam menjalankan program peningkatan kesejahteraan sosial: pendidikan, kesehatan, penanggulangan kemiskinan, pengembangan desa-desa tertinggal, akibat dana daerah akan tergerus terus untuk mendanai proyek mercu suar tersebut.
Jro Gde Sudibya, pengasuh Dharma Sala “Bali Werdhi Budaya” Pasraman Rsi Markandya, Br.Pasek, Ds Tajun, Den Bukit Bali Utara.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.