Purnama Kedasa, Piodalan Bathara Turun Kabeh di Besakih : Segala Bentuk Kebohongan Harus Segera Diungkap
Ilustrasi
Karangasem, (Metrobali.com)-
Hari ini, nemu Purnama Kedasa Saka 1945, 5 April 2023 Ida Bhatara Sami ring Jejer Kemiri sawewengkon Basukhian jagi katuran bhakti piodalan BATHARA TURUN KABEH, ring Penataran Agung Besakih. Pasca Ida Bhatara Sami ketuur tur ke ingiringang ke Penataran Agung Besakih, sekitar jam 15.00 wita.Redite Prangbakat Sasih Kedasa Saka 1945, 2 April 2023.
“Segala macam kemungkinan bentuk kebohongan (asuba karma) yang mungkin berlangsung di Besakih, harus segera diungkap, supaya “tidak ada dusta di antara kita”, ” ajak Jro Gde Sudibya, pengasuh Dharma Sala “Bali Werdhi Budaya” Pasraman Rsi Markandya, Br.Pasek, Desa Pakraman Tajun, ring palebahan Airsanya (Timur Laut) Bukit Sinunggal, Den Bukit Bali Utara, Selasa (4/04/2023).
Dikatakan, sudah seharusnya seluruh krama Bali yang masih setia (masatya) ring Ida Bhatara sane melinggih ring Giri Toh Langkir, mengajukan surat ke Presiden Joko Widodo, selaku kepala Pemerintahan dan Kepala Negara agar memerintahkan BPKP, BPK, KPK dan juga akuntan publik independen serta surveyer independen untuk melakukan audit foreksik terhadap proyek menggunakan dana negara Rp.950 M.
“Dan teriring “angayu bagya” ke Bapak Presiden untuk terketuk hati beliau terhadap permohonan krama Bali yang telah terkenal (kasub, bhs.Bali), sebagai masyarakat yang ramah, toleran dan menghargai tamu,” kata Jro Gde Sudibya.
Menurutnya, krama Bali menuntut keadilan “skala lan niskala”, umumnya dalam diam (re.ayua rumenge katantara), karena khasanah kekayaan batinnya telah terlukai. Dan tetap percaya dan yakin akan ungkapan dalam geguritan Parama Tatwa Suksma, “phala karma natan simpang”, “kerja hukum karma tidak akan meleset.
Dikatakan, dalam tradisi tua Alas Bukit Penulisan Alam terjaga, ekspresi dari kekuatan Tuhan itu sendiri, memotivasi manusia Bali suntuk bekerja dalam kebersahajaan dan tidak mengusik kekuatan Alam. Menghasilkan peradaban, “tak lekang oleh panas dan tak lapuk oleh hujan”.
“Tetapi sayangnya dan patut disesalkan, Koster amat sangat menonjolkan dan membanggakan peradaban fisik kebendaan, mengabaikan sistem keyakinan spiritualisme Besakih yang “menafasi” dan “mengaliri” totalitas prilaku manusia Bali lebih dari 1.300 tahun pasca pemendeman Panca Datu oleh Rsi Markandya ring ” ambal-ambal” Besakih, Pura Basukhian sekarang.
Bentang alam Besakih yang semestinya dijaga, dirawat kesuciannya, sekarang jadi bermasalah, karena menonjolkan bentuk luar “bebungahan” menjauh dari substansi kedalaman batin.
“Krama pengempon pengarep” Besakih, yang semestinya disadarkan untuk hidup bersahaja tetapi layak, sehingga bisa “trepti” sebagai “pengempon pengayah” sebut saja “diracuni” dengan kelimpahan kebendaan dengan iming-iming “sorga”materi kebendaan, berangkat cara pikir ekonomi turistik sekuler, yang menjauhi keyakinan keniskalaan,” kata Jro Gde Sudibya.
Dikatakan, “Palebahan” Prajapati – Tegal Penangsaran – Setra Gandamayu – Titi Gonggang – dan sekitarnya yang “tenget” yang semestinya “tengetang”, simbol pergulatan roh manusia Bali “berjuang” untuk bisa keluar dari neraka, sehingga dalam penumadian berikutnya bisa menjadi manusia yang lebih utama (re.Prasasti tertua Bali Prasasti Sukawana), tidak sebatas “manusia kera” yang menggambarkan tidak adanya peningkatan kualitas diri, sekarang secara fisik “dihempang”, dikotori, dinodai oleh gedung jangkung bertingkat yang berfungsi komersiil. (Adi Putra)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.