Gung Widiada Apresiasi Kepemimpinan Cerdas Gubernur Koster Kuatkan Tatanan Kehidupan di Bali
Foto: Anak Agung Ngurah Gede Widiada (Gung Widiada) saat bersama Gubernur Bali Wayan Koster.
Denpasar, SuaraRestorasi.com
Pengurus DPW Partai NasDem Bali Anak Agung Ngurah Gede Widiada yang juga Penglingsir Puri Peguyangan Denpasar memberikan apresiasi terhadap kepemimpinan Gubernur Bali Wayan Koster selama hampir lima tahun ini dengan berbagai keberhasilannya termasuk dalam hal pelestarian dan pemajuan kebudayaan Bali serta tetap menjaga dan menguatkan tatanan kehidupan masyarakat Bali seperti yang diwarisi dari para leluhur.
“Sebagai orang puri, saya memberikan rasa bangga dan apresiasi terhadap kepemimpinan Bapak Gubernur Koster yang mendekati lima tahun,” kata tokoh yang akrab disapa Gung Widiada ini.
Menurutnya Gubernur Koster sudah sangat cerdas dan brilian memulai pola pembangunan Bali dari memperkuat kembali tatanan hidup yang ada di Bali dalam konteks pelestarian dan kemajuan. “Sebagai pemimpin yang bukan tua sekali, masih muda, modern dan intelektual, tapi beliau melihat tatanan kehidupan di Bali ini perlu dijaga,” ujar Gung Widiada yang juga Wakil Ketua Bidang Pemenangan Pemilu (Wakabid Bapilu) DPW Partai NasDem Provinsi Bali ini.
Ia menegaskan, bukan berarti feodalisme atau membenci modernitas, tatapi tatanan kehidupan masyarakat Bali jangan sampai diobrak-abrik, melainkan harus dilestarikan karena itulah yang kita warisi di Bali dari para leluhur.
“Di Bali tatanan kehidupan yang kita warisi seperti sekarang ini yang dimulai dari kerajaan, kepemimpinan orang suci. Ini sebuah proses yang sudah berabad yang kita warisi dalam bentuk nilai-nilai budaya hingga agama. Tatanan kehidupan itu selalu mengalami perubahan dalam konteks zamannya tetapi tidak bisa hilang begitu saja. Orang sering melupakannya karena berpikir modern, seolah-olah semuanya bisa praktis, bisa disederhanakan tanpa penghayatan yang dalam,” paparnya.
“Saya melihat Pak Koster sebagai pemimpin Bali yang memproteksi itu. Dan justru sebagai orang puri, kami memberikan rasa hormat dan kita memang butuh figur pemimpin seperti beliau,” imbuh Gung Widiada yang juga Anggota DPRD Kota Denpasar ini.
Orang asing saja, katanya, banyak yang memahami kebudayaan, banyak belajar seni budaya Bali kenapa kita yang memilikinya malah tidak peduli. Contohnya saja lontar kita banyak di temukan di luar negeri seperti di Belanda.
“Keyakinan religius kita yang melahirkan budaya menjadi sumber improvisasi pengembangan kemanusiaan. Realitasnya dalam menghadapi berbagai kemajuan baik politik ekonomi, teknologi dan sebagainya. Namun tatanan kehidupan masyarakat Bali seperti salunglung sabayantaka, saling menghargai, itu sebenarnya masih cukup kuat di Bali,” ungkap Gung Widiada.
Dia pun mengajak masyarakat Bali kembali kepada tatanan kehidupan adiluhung di Bali yang menunjukkan moral dan etika sebagai orang Bali. Contoh yang sederhana bisa dimulai dari dengan mengucapkan salam Om Swastiastu yang memang harus datang niat hati sanubari terdalam bukan sekedar basa basi dalam pergaulan. Lalu bagaimana juga etika dalam menghormati dan menghargai orang yang lebih tua.
Contohnya budaya di Jepang, saat di transportasi umum ketika anak muda melihat orang tua tidak dapat kursi maka dia akan memberikan tempat duduknya dan membungkug memberikan hormat. Kalau kita di Bali seperti saat kita hendak makan di warung, kita bilang ‘tiang dumunan’ untuk menujukkan penghormatan kita kepada orang-orang.
“Hal-hal seperti itu kecil kelihatannya dan sepele, tapi itulah tatanan yang harus kita jaga dan selalu mengikat persaudaraan. Tidak hanya diucapkan tapi hati yang berbicara. Tatkala kita menghargai nilai-nilai itu kita menghargai satu sama lain,” kata Gung Widiada mengingatkan.
Lebih lanjut dikatakan, tantangan kehidupan sebagai anak zaman yang berubah cepat, kita harus terus melakukan proses pembelajaran namun jangan sampai melupan moral, etika dan sopan santun. “Begitu kita merasa pintar, kita lupa cenderung tidak menghargai orang tua. Terjebak dengan revolusi pemikiran yang tidak tepat, terjebak dalam kasta. Apapun kastanya, kita harus saling menghargai satu dengan lainnya,” sebutnya.
Di sisi lain Gung Widiada juga mengpresiasi langkah Gubernur Koster yang berencana memperdakan konsep pura tua, yang mana termasuk Sad Khayangan, yang mana Khayangan Jagat dan sebagainya. “Bahkan yang ini luar biasa. Tentu pemerintah hadir memberikan keringanan untuk pengempon pura untuk menopang kebudayaan di wilayah pura itu,” ungkapnya.
“Pak Koster pemimpin muda cerdas dan berani melakukan terobosan berpikir tapi tetap menjaga tatanan kondisi masa lalu ke kondisi masa kini tanpa kita kehilangan identitas sebagai orang Bali yang terkenal dengan etikanya, keramahtamahannya. Kalau kita semua terlalu egaliter dan mengesampingkan tatakrama pergaulan, tentu hanya berbasi-basi akhirnya terjebak dalam kepentingan, tatkala tidak ada kepentingan basa basi saja hidup ini,” pungkas Gung Widiada yang juga Ketua Fraksi NasDem-PSI DPRD Denpasar itu. (wid)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.