Kasus Sertifikat Ganda Tanah di Singakerta Gianyar, Kuasa Hukum Beberkan Banyak Kejanggalan, Harapkan Mafia Tanah Diberantas
Foto: Tim kuasa hukum warga pemilik tanah Desa Singakerta, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar.
Gianyar (Metrobali.com)-
Persoalan sengketa tanah di Bali masih menjadi masalah pelik yang tidak luput dari ulah para mafia tanah dengan melibatkan oknum baik di notaris maupun di BPN (Badan Pertananah Nasional) setempat.
Seperti halnya kasus yang menimpa seorang warga yang membeli tanah seluas 26 are di wilayah Desa Singakerta, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar yang tanah itu diperoleh melalui proses jual beli secara sah di tahun 2010 hingga akhirnya keluar sertifikat kepemilikan tanah atau SHM (Sertifikat Hak Milik).
Namun yang mengagetkan belakangan diketahui di atas objek tanah itu terbit SHM seluas 2,5 are atas nama orang lain. Hal itu diketahui setelah warga pemilik sah tanah itu datang untuk melihat dan mengecek tanahnya di tahun 2022 dan dikagetkan dengan adanya bangunan di atas tanah miliknya. Kemudian setelah ditelusuri oleh tim kuasa hukumnya, ternyata ada sertifikat ganda terbit atas tanah miliknya.
“Klien kami menjadi korban dari terbitnya sertifikat ganda. Lalu kami telusuri kok bisa ibu itu punya tanah di atas objek tanah klien kami yang sertifikatnya keluar di tahun 2011, satu tahun setelah keluar sertifikat tanah milik klien kami di tahun 2010,” kata Advokat Gita Sri Pramana, SH., didamping Advokat Diah Fitriani, S.H.,M.H., selaku kuasa hukum dari warga pemilik tanah yang sah.
Tim kuasa hukum akhirnya melakukan penelusuran lebih jauh untuk menggali fakta atas persoalan tanah itu serta seperti apa yang terjadi sehingga bisa ada pihak lain yang menjual tanah kepada pihak ketiga hingga berproses di notaris dan keluar SHM dari BPN.
“Proses pensertifikan tanah harusnya ada pembanding di sekeliling tanah yang diperjualbelikan. Jadi harusnya pembandingnya klien kami, tapi yang jadi pembanding orang yang tidak punya hak, tidak punya tanah dan tidak punya kepentingan. Lalu anehnya dasar-dasar itu dan petunjuk SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang) digunakan oleh notaris untuk mendaftarkan atas tanah tersebut dan keluarlah sertifikat di atas tanah klien kami. Jadi ini akhirnya ada sertifikat ganda,” terang Gita Sri Pramana.
Pihaknya menyayangkan notaris sepertinya tidak menerapkan prinsip kehati-hatiaan dan kurang teliti. Kemudian BPN juga mestinya mengecek tanah itu. “Notaris mestinya paham kalau SPPT itu bukan dasar kepemilikan tanah. Lalu tanah harusnya sudah terpetakan secara digital dan ketika didaftarkan ke BPN harusnya diketahui bahwa objek tanah itu sudah ada yang punya,” kata Gita Sri Pramana.
Senada dengan Gita Sri Pramana, Advokat Diah Fitriani, S.H.,M.H., juga menyoroti berbagai kejanggalan sehingga bisa terbit sertifikat ganda tersebut. “Ini hanya berdasarkan SPPT kok berani notarisnya memproses jual beli tanah,” katanya heran.
Pihaknya selaku kuasa hukum juga telah melakukan upaya pendekatan dengan mendatangi BPN untuk mengkonfirmasi tentang bagaimana pihak ketiga atau ibu ini bisa tiba-tiba membeli tanah di atas tanah kliennya. Ibu ini tidak hadir setelah dipanggil secara patut sebanyak tiga kali. Karena itu tim kuasa hukum melakukan gugatan PMH (Perbuatan Melawan Hukum) di Pengadilan Negeri Gianyar.
Ada sejumlah pihak yang digugat yakni, penjual yang menjual tanah kepada pihak ketiga, lalu si ibu pembeli tanah, notaris serta pihak penyanding. “Ada pihak-pihak melakukan perbuatan melawan hukum disana dengan cara menguasai dan mensertifikatkan tanah klien kami hingga mendirikan bangunan di atasnya. Notaris juga kami gugat karena ada indikasi kekurang hati-hatian,” kata Gita Sri Pramana menimpali.
Pihaknya menduga proses keluarnya sertifikat ganda itu sarat dengan kepentingan dan campur tangan mafia tanah. Ada indikasi kuat di kasus ini ada permainan dari oknum-oknum yang memanfaatkan kelemahan dari BPN. “Ada oknum BPN yang ikut terlibat bermain. Notaris juga kurang kehati-hatian sehingga muncul sertifikat ganda. Kan kasihan masyarakat sepert ini menjadi korban mafia tanah dan kami harapkan agar mafia tanah ini bisa diberantas,” ujar Gita Sri Pramana.
Berkaitan dengan kasus sertifikat ganda ini, kedepannya pihaknya berharap di BPN ada pembenahan terkait dengan digitalisasi pendataan tanah, bagaimana prosedur persertifikatan tanah benar-benar akuntabel sehingga di kemudian hari tidak muncul permasalahan-permasalahan seperti sertifikat ganda.
“Kepada para pihak yang melakukan perbuatan melawan hukum atas tanah klien kami, gunakan ruang mediasi ini sehingga permasalahan ini bisa diselesaikan dengan baik dan hak klien kami terpenuhi,” harap Gita Sri Pramana.
Sementara itu Diah juga mengingatkan untuk orang-orang yang ingin membeli tanah agar lebih berhati-hati karena banyak oknum yang tidak bertanggung jawab dan terlibat praktik mafia tanah. Dia juga memberikan saran atau tips bagi orang-orang yang membeli tanah atau rumah namun tidak tinggal disana.
Yakni agar sering-sering menengok, atau ada aktivitas di atas tanah atau rumah tersebut agar tidak dikira tanah kosong, sehingga itu bisa menjadi mencegah celah oknum yang ingin memanfaatkan dengan cara-cara tidak sah dan melawan hukum. (wid)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.