Komisi IX DPR RI Gelar ‘Sosialisasi Peluang Kerja Luar Negeri dan Perlindungan Menyeluruh Kepada PMI sebagai VVIP’
Denpasar (Metrobali.com) –
Pemerintah mengatur perlindungan hukum terhadap Tenaga Kerja Indonesia melalui Undang- Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri. Tetapi, kenyataannya masih banyak kasus-kasus yang terjadi di luar negeri dalam hal penyiksaan yang dialami oleh Pekerja migran Indonesia. Kasus yang sering mengemuka adalah gaji tidak tepat waktu, pekerjaan yang overload, kerja tanpa batu waktu yang jelas hingga tidak ada hak cuti.
Hal tersebut dikemukakan oleh Anggota Komisi IX DPR RI, Ketut Kariyasa Adnyana saat ‘Sosialisasi Peluang Kerja Luar Negeri dan Perlindungan Menyeluruh Kepada PMI sebagai VVIPl’, Sabtu (2/4/2022) di Puri Agung Room, Hotel Inna Veteran, Denpasar.
Menurutnya, Bali secara demografis diuntungkan dengan banyaknya permintaan terkait pekerja Spa, hospitality dan kebutuhan tenaga pelayaran kapal pesiar, yacht dan cruise (sea based). Permasalahannya adalah bagaimana dengan perlindungan hukum terhadap mereka bilamana terjadi sesuatu permasalahan.
“Kasus yang sering mencuat diantaranya seperti, Gaji yang tidak dibayar, Overstay, TKI ingin dipulangkan, Meninggal dunia di negara tujuan, TKI Gagal berangkat, Putus Hubungan Komunikasi, TKI sakit/rawat inap, Tindak kekerasan dari majikan, Pekerjaan tidak sesuai perjanjian kerja bahkan Tidak dipulangkan meski kontrak kerja selesai,” tutur Adnyana.
Belum lagi masih adanya TKI yang tersangkut masalah hukum dan belum dibebaskan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Mereka masih dipandang sebagai komoditi untuk memenuhi permintaan pasar dan bukan pekerja Indonesia di luar negeri yang wajib dilindungi.
Terkait dengan berbagai permasalahan tersebut, pihaknya bersama mitra kerja BP2MI (Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia), Dinas Tenaga kerja, BPJS Ketenagakerjaan dan pihak Imigrasi mencoba untuk memetakan berbagai persoalan serta mendistribusikan solusi-solusinya, yang nantinya diwacanakan akan terbentuk suatu Pokja (Kelompok Kerja) yang akan merespon secara cepat berbagai permasalahan PMI.
Hadir dalam diskusi tersebut, berbagai narasumber seperti Kadisnaker dan ESDM Provinsi, Ida Bagus Ngurah Arda, Ka Kanwil Kemenkumham RI Provinsi Bali, Jamaruli Manihuruk, Direktur Sistem dan Strategi Penempatan dan Perlindungan Kawasan Eropa dan Timur Tengah Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Sukarman dan Kepala Cabang BPJS Ketenagakerjaan Bali Denpasar, Opik Taufik.
Kadisnaker Provinsi Bali Ida Bagus Ngurah Arda menyampaikan bahwa ada dua regulasi yang mengatur tenaga kerja yang bekerja di luar negeri, khususnya kapal pesiar. Yang pertama, regulasi Kementerian Ketenagakerjaan bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) oleh Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia beserta turunannya yaitu Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun 2019 tentang Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia.
“Untuk di Bali, pendataan PMI baik yang bekerja ke Kapal Pesiar maupun di Darat dilakukan oleh Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Denpasar dengan menerbitkan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri elektronik (e-KTKLN),” terang Ngurah Arda.
Diperahnya sumber daya pekerja migran Indonesia, ternyata tidak berbanding lurus dengan regulasi peraturan yang menaunginya. Hal ini tercermin dari minimnya poin perlindungan di Undang-Undang no. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di luar negeri. Sehingga hak-hak para buruh migran untuk dilindungi oleh hukum di Negara tempat mereka bekerja terabaikan.
Notulensi dari diskusi tersebut rencananya akan dijadikan atensi dan masukan untuk selanjutnya dijadikan wacana pembentukan suatu wadah kelompok kerja (Pokja) yang akan dapat merespon secara cepat persoalan carut marut hak dan kewajiban pekerja migran Indonesia di luar negeri yang mengalami perlakuan tidak manusiawi dan menghasilkan bentuk perlindungan hukum baik secara preventif (pencegahan) maupun secara rehabilitasi (pemulihan) yang dilakukan oleh Pemerintah agar tidak terulang. (hd)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.