Warga Sumberklampok Akhirnya Punya Sertifikat Tanah Setelah “Dahaga” 61 Tahun Berjuang, BIPPLH Bali Beri “Dua Jempol” Hanya Gubernur Koster Mampu Cetak Sejarah Ini
Foto: Ketua Umum Badan Independen Pemantau Pembangunan dan Lingkungan Hidup (BIPPLH) Bali Komang Gede Subudi.
Denpasar (Metrobali.com)
Badan Independen Pemantau Pembangunan dan Lingkungan Hidup (BIPPLH) Bali mengapresiasi kerja cepat dan keseriusan serta tangan dingin Gubernur Bali Wayan Koster yang mampu menyudahi konflik atau permasalahan agraria di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng dan memberikan “kado manis” kepada warga setelah berjuang selama 61 tahun untuk mendapatkan sertifikat hak kepemilikan atas tanah.
Pasalnya, penantian selama 61 tahun dari warga Sumberklampok “terbayar lunas” pasca Gubernur Koster menyerahkan 720 sertifikat hak milik tanah untuk tahap pertama kepada warga Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Selasa (18/5/2021).
“Dahaga penantian selama 61 tahun dari warga Sumberklampok mendapatkan sertifikat hak kepemilikan atas tanah mampu disudahi oleh Pak Gubernur dengan penyerahan sertifikat ini. Ini adalah catatan sejarah tinta emas dari seorang pemimpin Bali dimana hanya Pak Koster satu-satunya pemimpin Bali yang mampu menyudahi konflik agraria di Desa Sumberklampok,” kata Ketua Umum BIPPLH Bali Komang Gede Subudi, Selasa (18/5/2021).
Subudi menegaskan BIPPLH merespon dan mendukung penuh langkah konkrit keberpihakan Gubernur Koster kepada warga Sumberklampok yang sudah menahan dahaga selama 61 tahun untuk bisa memiliki sertifikat tanah yang menjadi hak mereka.
“Akhirnya penantian panjang selama 61 tahun warga berakhir di tangan dingin Pak Gubernur Koster yang dengan langkah konkret mampu memujudkan kepemilikan sertifikat tanah bagi warga. Ini benar-benar sesuai dengan seloroh yang kerap disampaikan Pak Gubenur yakni ‘Selesai Itu Barang.’ Maka hari ini selesai sudah dahaga 61 tahun warga. Semoga indah pada akhirnya,” kata Subudi turut merasa lega dan bahagia atas “happy ending” perjuangan warga Sumberklampok di masa kepempimpinan Gubernur Koster.
Subudi juga mengungkapkan capaian Gubernur Koster ini bagian dari visi tentang Nangun Sad Kerthi Loka Bali untuk membangun manusia yang unggul dengan memberikan hak konkrit rakyat berupa sertifikat hak milik yang memberikan rasa nyaman dan tenang dalam menjalani kehidupanya.
“Ini satu bentuk konkrit untuk mewujudkan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali. Manusia yang tinggal di bumi Bali, tidak boleh terlantar. Semua hak dan kewajiban rakyat tidak boleh diabaikan. Ini juga bagian implementasi dari sila kelima Pancasila yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” tutur Subudi.
Dukung Penuh dan Kawal Rencana Pembangunan Bandara Bali Utara
Di sisi lain BIPPLH Bali kembali menegaskan dukungan penuh terhadap pembangunan Bandara Bali Utara dan siap terus mengawal proses ini. Menurut Subudi, dukungan penuh ini diberikan karena.
BIPPLH melihat pendekatan perencanaan pembangunan yang dilakukan Gubernur Bali sangat komprehensif dan yang terpenting bersifat humanis, memanusiakan masyarakat di rencana lokasi pembangunan Bandara Bali Utara.
Bagi BIPPLH baru kali ini ada Gubernur memanusiakan rakyatnya dalam sebuah rencana pembangunan megaproyek yang dari awal memang muncul pro kontra mengeni lokasinya sebagai sebuah dinamika pembangunan.
“Rakyat tidak mempersulit pemimpin. Dan pemimpin tidak mensengsarakan rakyat. Pendekatan humanis yang dilakukan Gubernur Bali memanusiakan manusia,” kata Subudi.
Dalam prosesnya karena masyarakat merasa dimanusiakan mereka akhirnya setuju dengan rencana pembangunan bandara. Tidak kalah penting Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama selaku representasi rakyat Bali beberapa kali terjun langsung memantau ke lapangan, dan memastikan proses komunikasi dengan masyarakat berjalan baik.
BIPPL menilai kalau sudah dari awal ada kesepahaman antara masyarakat dan pemerintah maka rencana pembangunan Bandara Bali Utara akan berjalan mulus, begitu pula penataan lingkungan hidup pasti akan lebih baik. Dalam konteks ini, BIPPLH sudah terlibat sejak awal memastikan rencana pembangunan Bandara Bali Utara ini tidak mengorbankan dan merusak alam lingkungan Pulau Dewata.
“Kami aktivis lingkungan dari awal lakukan pendampingan dan ikut dalam proses komunikasi, dialog dengan masyarakat. Selanjutnya kami siap terjun ke lapangan kawal agar tidak ada penyelewengan dari kesepakatan dan perencanaan,” ungkap Subudi yang juga Wakil Ketua Umum (Waketum) Kadin Bali Bidang Lingkungan Hidup.
Apa yang disampaikan Subudi merupakan sebuah kenyataan sebab dalam pantauan wartawan Metro Bali yang juga mengikuti proses sosialisasi rencana pembangunan Bandara Bali Utara dan proses dialog dengan masyarakat di lokasi, memang prosesnya tidak mudah menyamakan persepsi dan mencari titik temu antara kepentingan masyarakat dan pemerintah.
Belum lagi ada pihak-pihak yang “merecoki” dan ingin “menggagalkan” rencana pembangunan Bandara Bali Utara ini karena kepentingan pribadi mereka tidak terakomodir. Wartawan melihat betul tingkat kesulitan komunikasi Pemprov Bali dengan masyarakat. Hal ini juga karena masyarakat terlanjur curiga dengan siapapun yang datang ke desa mereka akibat trauma yang kejadian di masalah melalui pendekatan yang tidak humanis.
“Tapi sekarang dengan pendekatan humanistik yang dilakukan Gurbernur Bali, semua jadi mudah, dan longgar, semua jadi happy. Ini sesuatu yang membanggakan dan menggembirakan yang belum pernah terjadi sebelumnya,” tegas Subudi.
BIPPLH pun mengajak semua pihak memberikan masukan, kritik yang objektif dan konstruktif dalam pengawalan rencana pembangunan Bandara Bali Utara ini. Poin pentingnya adalah megaproyek ini harus memberikan kontribusi kesejahteraan sebesar-besarnya kepada masyarakat Bali tapi tidak juga mengorbankan dan merusak lingkungan.
“Harus dicatat tinta hitam besar bahwa peradaban masa depan adalah peradaban lingkungan. Siapa yang mampu menjaga lingkungan lestari maka berperadaban tinggi,” tegas Subudi yang juga penekun penyelamat heritage dan Pembina Yayasan Bakti Pertiwi Jati (YBPJ), yayasan yang bergerak pada pelestarian situs ritus Bali.
“Bagi kami aktivis, silahkan ambil kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat secara luas tapi alam tidak boleh dirusak dengan alasan apapun. BIPPLH tidak mentolerir kerusakan lingkungan dengan dalih apapun,” tandas Subudi yang sebelumnya merupakan pengusaha tambang sukses di Kalimantan dan kini mengabdikan diri di tanah kelahirannya di Bali untuk mengawal pelestarian alam lingkungan Pulau Dewata. (wid)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.