Foto: Ketua DPD Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kabupaten Buleleng I Komang Subrata Jaya (kanan) usai mendengarkan keluhan dan menyerap aspirasi para pengrajin tempe di kawasan Taman Sari, Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng.

Buleleng (Metrobali.com)-

Kenaikan harga kedelai yang terjadi terus menerus selama tiga bulan terakhir masih berlangsung hingga saat ini dan kian “mencekik” dan berdampak pada kelangsungan usaha pengrajin tempe-tahu.

Meroketnya harga kedelai yang mencapai harga Rp. 10.000/kg hingga Rp. 10.500/kg di pertengahan Maret 2021 membuat para pengrajin tempe di kawasan Taman Sari, Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng, kelimpungan dan stress tidak bisa berpikir banyak. Mereka “menjerit” dan mengeluhkan tingginya harga kedelai mengancam kelangsungan usaha mereka.

Kondisi tersebut didengar langsung oleh Ketua DPD Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kabupaten Buleleng I Komang Subrata Jaya sehingga dirinya bersama jajaran DPD PSI Buleleng, Kamis (11/3/2021) turun langsung menyambangi pengrajin usaha tempe yang ada di Lingkungan Taman Sari, Kelurahan Kampung Baru ini.

“Kami prihatin dengan kondisi sulit yang dialami pengrajin tempe akibat melonjaknya harga kedelai. Apalagi sekarang situasi pandemi Covid-19. Kami memberikan motivasi kepada mereka sambil juga kami dorong pemerintah segera mencarikan solusi,” kata Subrata Jaya.

Dari perbincangan dengan Ketua RT setempat, Ali yang juga salah satu pengrajin usaha tempe, ada sekitar 80 hingga 100 pengusaha rumahan yang biasanya bisa menghasilkan 1 ton sampai dengan 1,5 ton produksi tempe per hari. Namun dengan adanya kenaikan bahan baku kedelai yang biasanya harganya Rp. 7.000/kg sekarang mencapai Rp. 10.000 hingga Rp. 10.500/kg. Kondisi ini membuat kebingungan para pengusaha tempe memenuhi kebutuhan pelanggan.

Hal senada juga disampaikan Sahadia salah satu pengusaha tempe yang setiap hari bisa memproduksi 100 kg hingga 150 kg setiap harinya. Dengan adanya kenaikan bahan baku setidaknya mengurangi jumlah produksinya karena harus memikirkan biaya produksi dan harga jualnya yang tentu turut meningkat.

Dalam kondisi harga kedelai normal, 1 lonjor tempe ukuran kecil panjang 40 cm biasa dijual Rp. 7.000 tapi sekarang harus dijual Rp. 12.000 seiring harga kedelai yang melonjak. Akibatnya daya beli masyarakat berkurang, apalagi saat ini juga masih suasana pandemi Covid-19 dimana perekonomian masyarakat melemah.

Kenaikan harga kedelai yang merupakan bahan baku utama tempe ini tentu mengganggu usaha para pengrajin tempe. Banyak diantara mereka sampai tidak bisa menggaji buruh/pekerja karena harus menunggu balik modal dulu.

“Ketika sudah ada yang bayar saat tempe laku baru kami bisa menggaji para buruh yang memang keadaannya susah juga apalagi di musim pandemi Covid-19 ini. Daya beli masyarakat juga sangat lemah karena minimnya perputaran uang di masyarakat akibat banyaknya pengangguran dan perusahaan-perusahaan tutup,” tutur Sahadia.

Para pengrajin usaha tempe pun mengapresiasi kepedulian PSI dan menggantungkan harapannya kepada PSI agar suara mereka didengar oleh pemerintah dalam hal ini Dinas Perdagangan Kabupaten Buleleng hingga pemerintah pusat khususnya Menteri Perdagangan, dan Menteri Pertanian. Mereka berharap agar Presiden Jokowi memperhatikan nasib mereka sehingga mereka bisa bertahan hidup di tengah pandemi Covid-19 ini.

Para pengrajin usaha tempe khawatir jika kenaikan kedelai ini sampai berlangsung lama. Mereka khawatir para konsumen tempe akan beralih ke makanan lain kerena mahalnya harga tempe di pasaran konsumen lebih memilih membeli ikan, daging atau telur yang lebih murah. Jika sampai para konsumen tempe sampai lari ke bahan lain maka bukan pengrajin tempe saja yang rugi akan tetapi para buruh juga.

PSI mendesak kondisi ini mendapatkan perhatian serius pemerintah karena usaha tempe ini menyangkut hajat hidup orang banyak khususnya rakyat kecil. “Kasihan mereka yang bekerja di usaha tempe harus nganggur, dari mana mereka dapat uang untuk hidup sementara usaha tempe ini harapan mereka satu-satunya,” kata Ketua DPD PSI Buleleng, Subrata Jaya.

Mirisnya saat ini tidak hanya harga tempe saja yang meroket namun harga bahan pangan lainnya juga ikut melonjak naik. Misalnya daging babi hingga menembus Rp. 100.000/kg, harga cabai hingga Rp 120.000/kg dan kondisi ini sangat meresahkan masyarakat.

“Jika ini terjadi hingga akhir tahun maka PSI khawatir masyarakat bisa mati bukan karena terkena virus Covid-19 akan tetapi karena kelaparan. Karenanya pemerintah diharapkan bisa mencarikan solusi bagi masyarakat agar mereka bisa bertahan hidup di tengah pandemi Covid-19 yang tak kunjung berakhir ini.

“Kami mohon agar pemerintah juga anggota legislatif untuk turut hadir memikirkan hal ini sehingga ada solusi dan harapan bagi masyarakat di tengah situasi yang sangat sulit seperti sekarang ini. Semoga Pemerintah terketuk hatinya memikirkan rakyat kecil sehingga masyarakat tidak larut dalam kesengsaraan yang tak kunjung usai,” pungkas Subrata Jaya. (wid)